Wanti-Wanti AS Jangan Ganggu Ekonomi RI, Ini Penjelasan Luhut

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
21 February 2023 12:20
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Saat Pembukaan SOE International Conference dan Peluncuran Indonesia Water Fund (IWF) di Bali, Senin (17/10/2022). (Tangkapan layar via Youtube Kementerian BUMN)
Foto: Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Saat Pembukaan SOE International Conference dan Peluncuran Indonesia Water Fund (IWF) di Bali, Senin (17/10/2022). (Tangkapan layar via Youtube Kementerian BUMN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melontarkan pesan tak terduga untuk Amerika Serikat. Bahkan, Luhut menyampaikan peringatan keras kepada AS yang diungkapkannya usai bertemu dengan Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat Bidang Iklim, John Kerry, beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan itu, Luhut tak segan untuk mewanti-wanti agar AS tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Saya juga ingin menceritakan sedikit tentang hasil diskusi dengan rekan sejawat dari Amerika Serikat, John Kerry pagi kemarin. Mereka sampaikan beberapa masukan, lalu saya menjawab bahwa kami terbuka terhadap semua saran dan usulan dari rekan dan sahabat, kami senang menerima masukan," kata Luhut dalam akun Instagram resminya, dikutip Sabtu (21/1/2023).

"Namun satu hal yang harus kalian perhatikan, yaitu jangan pernah mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia," tegasnya.

Lantas, apa maksud pernyataan Luhut tersebut?

Luhut pun akhirnya menjelaskan, bahwa pernyataan ini tak lain terkait rencana inisiasi program Just Energy Transition Partnership (JETP), yakni kemitraan negara-negara maju tergabung dalam G7, di mana salah satu anggotanya yaitu Amerika Serikat, berkomitmen untuk mendanai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun untuk Indonesia.

Komitmen tersebut sempat diungkapkan Presiden AS Joe Biden dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi di Bali pada November 2022 lalu. Janji AS Cs untuk pendanaan US$ 20 miliar tersebut dengan syarat Indonesia harus mengurangi emisi karbon dengan meninggalkan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik dan memprioritaskan proyek Energi Baru Terbarukan (EBT).

Luhut mengaku, pihaknya setuju dengan JETP, namun di sisi lain pemerintah juga harus mempertimbangkan harga listrik terjangkau bagi masyarakat. Pasalnya, bila hanya mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT), biaya pengembangan EBT saat ini masih relatif tinggi dan lebih mahal.

Jangan sampai, lanjutnya, RI mengembangkan EBT namun di sisi lain bisa membebani biaya, baik pemerintah dan masyarakat.

"Gini, apapun mengenai JETP kita sih setuju-setuju saja. Tapi kalau sekarang harga listrik yang dilahirkan oleh tadi renewable energy itu apa jauh lebih tinggi dari apa yang kita dapat sekarang kan akan mengganggu cost kita. Jadi kita mau jangan jauh dari itu, sehingga kita gak dirugikan," jelas Luhut saat ditemui di kantornya di Jakarta, Senin (20/02/2023).

Dalam diskusi The Pulling Power of Asean di rangkaian World Economic Forum 2023 Davos Swiss, Luhut juga sempat menceritakan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di mana masih bisa bertumbuh 5,3% meski di saat bersamaan ada perang Rusia-Ukraina terjadi.

Selain pertumbuhan ekonomi, Luhut juga menjelaskan ekspor Indonesia tahun lalu mencapai US$ 293 miliar. Angka tersebut melonjak dari tahun sebelumnya yakni US$ 232 miliar.

"Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi 5,3% dan ekspor senilai US$ 293 miliar pada tahun lalu, lebih besar dibandingkan tahun 2021 yang hanya US$ 232 miliar," jelasnya.

Bukan hanya itu, Indonesia juga mengantongi komitmen investasi bilateral. Jumlah mencapai US$71 miliar yang diterima saat gelaran G20 tahun lalu.

"Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi 5,3% dan ekspor senilai USD293 miliar pada tahun lalu, lebih besar dibandingkan tahun 2021 yang hanya US$ 232 miliar," kata Luhut.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanpa Basa-Basi, Luhut Sebut Singapura Brengsek, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular