
Kelas 1-3 BPJS Kesehatan Dihapus Tahun Ini, Berapa Iurannya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah memastikan bahwa penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) akan dimulai tahun ini secara bertahap hingga 2025. Dengan demikian kelas 1,2 dan 3 yang berlaku saat ini akan dihapus secara total pada 2026.
"Yang jelas itu bertahap sampai akhir 2025," kata Budi usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, dikutip Selasa (21/2/2023)
Budi mengungkapkan Kemenkes kini tengah mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan hukum dari implementasi KRIS. Budi meyakini regulasi tersebut akan selesai dalam waktu dekat.
"Harusnya kan nunggu perpresnya sebenarnya. Tapi Perpresnya sedang dalam proses," jelasnya.
Dengan berlakunya sistem KRIS, besaran iuran menjadi perhatian publik. Menkes dan BPJS Kesehatan saat ini memastikan belum akan ada perubahan iuran peserta. Hal ini karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menginstruksikan iuran tetap sampai 2024 mendatang.
Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman kepada CNBC Indonesia menjelaskan bahwa mengacu Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan, bahwa iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.
Dia menuturkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai Peserta PBI, iurannya sebesar Rp. 42.000 dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
Selanjutnya bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5% dari upah, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.
"Jadi perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya," imbuhnya.
Terakhir, lanjutnya, bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja).
Kemudian untuk jenis kepesertaan PBPU dan BP, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki. Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 sebesar Rp. 35.000 per orang per bulan. Adapun, tarif iuran BPJS ini masih berlaku hingga nanti adanya pengumuman lebih lanjut.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa tarif iuran peserta hingga kini masih tetap dan tak ada perubahan nominal meskipun akan diberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai tahun ini.
"Jawaban saya tetap, kenyataan sama seperti yang kami bilang," kata Ali Ghufron.
Meski tidak naik, Ali Ghufron menilai konsekuensi dari tidak adanya perubahan tarif iuran hingga 2024 sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, tentu akan mempengaruhi neraca dana jaminan sosial (DJS) kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan. Hingga 2022, katanya, dana itu tercatat surplus Rp 56,5 triliun. Namun, dengan keputusan ini, neraca BPJS Kesehatan akan berbalik defisit.
"Yang jelas kalau BPJS kan penuh pengalaman sehingga strategi-strategi tentu dilakukan tetapi yang jelas sudah dihitung kurang, defisit 2024. 2025 defisitnya lebih besar lagi," ungkap Ali Ghufron.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terbaru! Menkes Buka Suara Soal Hapus Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan