Waduh, Aksi Jokowi Lawan 'VOC' di WTO Bisa Terhalang Biden

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
14 February 2023 11:55
Sambutan Presiden Jokowi pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023, 9 Feb 2023. (Tangkapan layar youtube Setpres RI)
Foto: Sambutan Presiden Jokowi pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023, 9 Feb 2023. (Tangkapan layar youtube Setpres RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengajukan banding atas kekalahan Indonesia dari gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel diperkirakan tidak akan berjalan mulus.

Bahkan, lagi-lagi, ini akan bergantung pada negara adidaya Amerika Serikat. Pasalnya, hingga saat ini Badan Banding (Appellate Body) WTO masih belum terbentuk karena adanya blokade dari salah satu anggota WTO, yaitu Amerika Serikat. Akibatnya, masih ada puluhan kasus banding yang menunggu antrean untuk berproses (litigasi) di Badan Banding WTO.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, karena masih terjadinya blokade AS tersebut, maka hingga saat ini Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO.

Dia mengatakan, Indonesia secara resmi telah mengajukan banding kepada WTO pada 8 Desember 2022 lalu.

"Hingga saat ini, Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO yang saat ini belum ada karena terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO (Amerika Serikat). Dengan adanya blokade tersebut, sudah ada 25 kasus banding yang menunggu antrian untuk berproses (litigasi) di Badan Banding WTO," papar Zulkifli kepada CNBC Indonesia, Senin (13/02/2023).

Kendati demikian, dia optimistis bahwa Indonesia tidak melanggar aturan WTO. Pemerintah Indonesia dan kuasa hukum menurutnya telah menyiapkan argumen untuk menguji keputusan panel awal yang dianggap keliru dalam menginterpretasikan aturan WTO.

"Indonesia meyakini kebijakan hilirisasi tidak melanggar komitmen Indonesia di WTO dan Indonesia akan tetap konsisten dengan aturan WTO," ucapnya.

Menurutnya, pemerintah tidak akan mundur terhadap kekalahan pada gugatan pertama di panel WTO. Pemerintah tetap menjadikan nilai tambah melalui hilirisasi sebagai prioritas untuk memastikan keberlanjutan pembangunan nasional menuju Indonesia maju pada 2045.

"Pemerintah RI memiliki komitmen yang kuat untuk melanjutkan kebijakan peningkatan nilai tambah via hilirisasi di berbagai sektor potensial termasuk hasil tambang dan olahannya," tuturnya.

"Untuk itu, Pemerintah RI siap untuk melakukan pembelaan atas sektor ataupun produk Indonesia dan mengamankan dari sisi akses pasar Indonesia di pasar global," tandasnya.

Seperti diketahui, pada final panel report WTO yang sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022 berisi beberapa poin penegasan, salah satunya "Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994."

Berikutnya, panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.

Kemudian, final report didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022 dan dimasukkan ke dalam agenda Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) di WTO pada tanggal 20 Desember 2022.

Sebelumnya, Anggota Pokja Hilirisasi Mineral dan Batubara Kadin Djoko Widajatno menilai aksi protes UE terhadap Indonesia atas larangan ekspor bijih nikel hingga ke meja WTO itu sebagai praktik penjajahan model baru.

Sejarah mencatat, negara-negara UE pun termasuk negara yang dulu pernah menjajah Indonesia. Tak ayal, sikap UE tersebut hampir mirip seperti apa yang dilakukan VOC di masa penjajahan Belanda di Indonesia.

"Waktu VOC mereka datang ke sini tujuannya berdagang setelah berdagang banyak untungnya memaksakan untuk menyerahkan hasil bumi kita ke Eropa karena mereka membutuhkan rempah-rempah dari Indonesia," kata Djoko dalam Closing Bell di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (21/12/2022).

Dia menambahkan, penjajahan di masa VOC seperti terulang kembali dengan adanya intervensi negara-negara Uni Eropa atas melimpahnya sumber daya mineral Indonesia yakni nikel yang berasal dari Sulawesi, Maluku Tenggara, dan Papua.

Djoko menyebut nikel sendiri diketahui bakal menjadi komoditas yang strategis di masa depan. Melalui sumber mineral ini, ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai akan terbangun.

"Jadi negara-negara yang mencoba untuk mempermasalahkan ekspor nikel ini latar belakangnya sebenarnya ingin menguasai sumber daya alam kita demi kemakmuran mereka tetapi mereka melupakan bahwa Pak Jokowi juga menyampaikan mari kita membangun ekonomi dunia dengan semangat kerja sama," pungkasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Andai RI Kalah Gugatan Nikel di WTO, Begini Reaksi Vale

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular