Kalah Gugatan Nikel di WTO, RI Siap Banding!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia menyatakan siap mengajukan banding apabila kalah dalam gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait penghentian ekspor produk bijih nikel.
Adapun proses penyelesaian sengketa hingga saat ini masih terus berlangsung, sehingga belum ada keputusan final dari Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan, proses gugatan Uni Eropa di WTO hingga kini masih berlangsung. Namun, pemerintah bakal menyiapkan strategi apabila kalah dalam gugatan tersebut.
"Kita naik banding kalau kalah. Belum ada keputusan, masih berproses di Jenewa," kata Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (7/10/2022).
Hal senada sempat diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana. Hikmahanto mengatakan, dalam proses di DSB tersebut, negara yang sudah dikalahkan dalam draft putusan bisa mengajukan banding ke Appellate Body atau Badan Banding WTO.
Mengutip situs WTO, Appellate Body atau Badan Banding ini didirikan pada 1995 berdasarkan Pasal 17 dari Kesepahaman tentang Aturan dan Prosedur yang Mengatur Penyelesaian Sengketa (DSU). Ini adalah badan yang terdiri dari tujuh orang yang mendengarkan banding dari laporan yang dikeluarkan oleh panel dalam perselisihan yang dibawa oleh Anggota WTO.
Badan Banding dapat menegakkan, mengubah atau membalikkan temuan hukum dan kesimpulan panel, dan Laporan Badan Banding diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB), kecuali semua anggota memutuskan untuk tidak melakukannya. Badan Banding juga berkedudukan di Jenewa, Swiss.
Prof. Hikmahanto pun menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kemungkinan Pemerintah Indonesia kalah terhadap gugatan Uni Eropa tersebut, itu merupakan skenario terburuk yang bisa dihadapi pemerintah dari hasil penyelesaian sengketa ini.
"Jadi kalau Bapak Presiden bicara kemungkinan kalah itu adalah skenario buruknya. Karena begini, dalam sengketa di WTO, maka panel menyerahkan draf putusan ke para pihak. Nah draf itu baru jadi putusan kalau dibawa ke Dispute Settlement Body (DSB). Namun dalam proses ke DSB, negara yang sudah dikalahkan dalam draf putusan, bisa banding ke Appellate Body," paparnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (09/09/2022).
Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya juga mengatakan proses gugatan sendiri hingga saat ini masih terus berjalan, sehingga masih ada waktu untuk melawan.
Menurut Arifin, terdapat opsi bagi pemerintah untuk melawan tekanan dari pihak luar terkait bijih nikel. Salah satunya seperti dengan menaikkan pajak ekspor.
"Itu salah satu langkah (menaikkan pajak ekspor), tapi impact-nya akan bakal bolak- balik. Tetapi memang harus kita lawan!" ujar Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (9/9/2022).
Seperti diketahui, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa Indonesia kemungkinan akan kalah atas gugatan di WTO tersebut, namun ia menilai bahwa yang terpenting dengan melakukan penyetopan ekspor nikel mentah, Indonesia bisa mengubah tata kelola nikel di dalam negeri.
"Kelihatannya kita kalah (gugatan) tapi tidak apa-apa, industri kita akhirnya sudah jadi. Jadi kenapa takut? kalah tidak apa-apa syukur bisa menang," terang Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonomi oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Adapun pemerintah Indonesia sudah menyetop ekspor nikel mentah sejak 1 Januari 2020. Melalui penyetopan ekspor nikel, kata Jokowi, lompatan pendapatan negara bisa naik menjadi 19 kali lipat.
"Di tahun 2021 ketika kita hilirisasi nikel, kita dapat US$ 20,9 miliar. Lompatannya, nilai tambah lompatannya 19 kali. Ini kalau mulai tarik lagi setop tembaga, timah dan nikel," ungkap Jokowi.
[Gambas:Video CNBC]
Gak Cuma Isu Nikel di WTO, Menteri ESDM Ungkap Tekanan Lain
(wia)