Catat! Begini Siasat BI Atasi 'Momok Seram'di Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, telah menyusun berbagai strategi dalam menjaga inflasi yang saat ini masih menjadi 'momok seram' di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kepala Departemen Regional BI Dwi Pranoto menjelaskan, terdapat 7 program pengendalian inflasi, yang dilakukan oleh bank sentral bekerja sama dengan berbagai lintas sektor, baik di pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Adapun 7 program yang dimaksud diantaranya terkait operasi pasar murah, kerjasama antar daerah, subsidi ongkos angkut, gerakan tanam cabai, replikasi model bisnis alat dan mesin pertanian (alsintan ), hingga sarana produksi pertanian (saprotan).
Dwi menjelaskan, paling utama yang harus ditempuh dalam menjaga stabilitas harga di Indonesia adalah menjaga kestabilan harga pangan.
"Inflasi ini khususnya pangan paling tidak sudah berkontribusi 20% untuk kelas menengah bawah atau yang paling bawah. Bahkan sudah 60%, karena terkait perut."
"Jadi inflasi pangan atau volatile food ini harus kita atasi duluan," jelas Dwi saat melakukan uji kepatutan dan kelayakan Calon Deputi BI dengan Komisi XI DPR, Senin (13/2/2023).
Lewat pengendalian inflasi yang dilakukan lewat Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) ini, kata Dwi telah tercipta 2.600 titik pasar murah. Kemudian telah terealisasi 63 subsidi ongkos angkut di daerah.
Ke depan, kata Dwi, BI akan banyak melakukan operasi pasar dan membuat klaster. Terutama untuk lebih menyasar kepada produksi pangan di Indonesia.
"Ke depannya sampai menyentuh juga dengan alsintan dan saprotannya. Untuk klaster kita perluas jadi roomnya sudah ada, dananya sudah dialokasikan. Jadi banyak hal konkrit di sana," jelas Dwi.
Klaster pengendalian inflasi yang dimaksud Dwi yaitu, bagaimana strategi BI dan pemerintah daerah setempat untuk melakukan pengendalian inflasi sesuai dengan kondisi di daerahnya masing-masing.
Misalnya saja di Sumatera, untuk pengendalian inflasi di provinsi ini maka akan dilakukan diversifikasi pangan dan inovasi teknologi.
Kemudian di Kalimantan, pengendalian inflasi akan dilakukan lewat inovasi budidaya pertanian. Serta di Pulau Jawa, akan dilakukan digitalisasi dan hilirisasi pertanian.
"Sulampua adalah kelancaran distribusi, Bali-Nusa Tenggara adalah konektivitas dan digitalisasi. Bali itu pusat konektivitas jadi penting di sana," jelas Dwi.
BI bersama otoritas terkait, kata Dwi juga akan menyederhanakan rantai pasok pangan, dari produsen ke konsumen. Biasanya yang bisa sampai 7 hingga 9 lapisan rantai pasok, akan disederhanakan menjadi hanya 3-4 lapisan saja.
"Memang kita tiap daerah tidak sama lagi nanti untuk ini (inflasi). Kita beda-bedakan setiap wilayah, sesuai komoditi penyumbang inflasi terbesarnya," tuturnya.
"Nanti kita bisa fokuskan di sana jadi lebih luas. Di Silampua mungkin perikanannya, di tempat lain komoditi apa," kata Dwi lagi.
(cap/cap)