Sedih, Masa Industri Mesin RI Kalah dari Afsel

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
10 February 2023 22:00
Ilustrasi Chip (Dok: Freepik)
Foto: Ilustrasi Chip (Dok: Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan, investasi di Indonesia hingga saat ini masuk kepada kategori sektor-sektor yang tidak banyak memberikan nilai tambah maksimal pada perekonomian.

Dia mencontohkan, untuk investasiĀ mesin dan peralatannya saja, yang dapat digunakan untuk memproduksi barang, masih jauh dibandingkan negara-negara lain yang memiliki ekonomi setara dengan Indonesia, seperti Filipina hingga Afrika Selatan.

Kata dia, berdasarkan data Bappenas, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang masuk untuk mesin dan peralatannya hanya sebesar 20%. Sedangkan Afrika Selatan 40%, Malaysia 58%, dan Filipina 64%.

"Kalau di Indonesia itu periodenya 2007-2016 tapi kan ini enggak banyak berubah di Indonesia, ini mesin dan peralatannya 20% di Afrika Selatan 2 kali lipatnya," kata Faisal kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/2/2023).

Akumulasi investasi di bidang mesin dan peralatan Indonesia ternyata kalah dari Afrika Selatan, Meksiko dan Malaysia.Foto: Hadijah Alaydrus
Akumulasi investasi di bidang mesin dan peralatan Indonesia ternyata kalah dari Afrika Selatan, Meksiko dan Malaysia.

Akibat minimnya investasi pada mesin dan peralatannya, ia mengatakan, produk bernilai tambah tinggi yang diekspor Indonesia juga minim dibanding negara lain. Porsinya hanya sekitar 8,4% dari total ekspor manufaktur, sedangkan Malaysia bisa mencapai 53,8%.

"Di Meksiko aja 2,5 kali lipat, di Malaysia, Thailand dan Filipina 3 kali lipatnya Indonesia dalam bentuk mesin dan peralatan sehingga industrinya lebih kokoh dan barangnya lebih banyak yang dihasilkan," ungkap Faisal.

Kondisi inilah yang menurutnya menyebabkan porsi investasi yang mencapai 32,4% tidak memberikan nilai tambah banyak ke pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisara 5% karena Incremental Capital Output Ratio (ICOR) juga tinggi di level 6,5%.

"Jadi pertumbuhan itu adalah investasi dibagi ICOR kalau 32,4% dibagi 6,5% itu keluarnya 4,98% kan, 5% rata-ratanya kan, pas kan dengan pertumbuhan di era Pak Jokowi. Tapi kalau Pak Jokowi bisa menekan ICOR, 32,4% menjadi 4,5% Saja deh pertumbuhan ekonomi Indonesia 7,2%," ucap Faisal.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf Pak Jokowi, di Bidang Ini Anda Dibilang Gagal!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular