DPR Minta Pemerintah Waspada Aksi Penimbunan Bahan Pangan

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
10 February 2023 18:45
anggota Komisi XI DPR RI Said Abdullah
Foto: Dok DPR RI

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengimbau pemerintah untuk melakukan aksi antisipasi penimbunan bahan pangan, demi menghindari adanya lonjakan harga saat memasuki bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri.

Hal tersebut diungkapkan Said usai ditemukannya indikasi penimbunan minyak goreng jenis MinyakKita, yakni jenis minyak goreng curah yang telah bungkus dalam kemasan.

Tidak tanggung tanggung, indikasi penimbunan ini ditemukan mencapai 500 ton oleh Kementerian Perdagangan. Bukan cuma itu, Kepala Bulog juga menemukan dugaan mencampurkan beras Bulog dengan merek lain di GudangFood Station.Selain itu, ditemukan pula harga beras Bulog yang seharusnya maksimal Rp 8.900 malah melonjak hingga Rp 12 ribu per kilo gram di Pasar Induk Cipinang.

"Kami berharap kasus-kasus serupa tidak berulang terus atas praktik penimbunan, pengoplosan, dan praktik curang lainnya atas tata kelola pangan strategis rakyat," ungkap Said dalam keterangan resmi, Jumat (10/2/2023).

Bukan cuma Ramadan dan Idul Fitri, menurut Said rakyat Indonesia akan memasukan tahun politik. Oleh sebab itu, menghadapi "tahun kritis dan sensitif"ini pemerintah harus waspada. Persoalan pangan adalah persoalan hajat hidup orang banyak.

"Sangat gampang menjadikannya sebagai komoditas untuk menyulut kerusuhan sosial. Karena itu segenap jajaran Kementerian, dan Lembaga (K/L) yang berwenang dan berkaitan sektor pangan harus memiliki pemahaman atas kerentanan ini," tegas Said.

Oleh karena itu, DPR RI juga mengimbau setidaknya ada lima fokus yang harus diperhatikan pemerintah. Pertama, Kemendag dan Bulog bisa menindak tegas penimbunan atau pengoplosasan produk yang tidak sesuai ketentuan aturan. Selain itu, pemerintah juga jangan ragu untuk menyeret para pelaku ke meja hijau dan menunjukkan kewibawaan di depan hukum dan membangkitkan efek jera terhadap para pelaku.

Kedua, para pemangku kepentingan, seperti Kementan, Kemendag, Kemeterian BUMN, Badan Pangan Nasional, dan Perum Bulog dinilainya harus sinergi dan mengacu pada data yang sama (one data).

"Jangan sampai selisih paham soal data bahan pangan, khususnya beras terulang kembali di tahun ini oleh para pemegang otoritas," jelas Said.

Menurutnya, tahun lalu Kementan berpandangan cadangan beras nasional cukup, namun Bulog melihat stok beras nasional tidak mencukupi, itu sebabnya Bulog Impor beras akhir tahun lalu. Polemik ini kontraproduktif, dan sebaiknya sinergi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Ketiga, pemerintah harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mengamankan harga di tingkat produsen dan konsumen, mengelola cadangan pangan pemerintah, penyediaan dan pendistribusian pangan, mengembangkan industri berbasis pangan, dan pergudangan, serta kegiatan importasi pangan.

Apalagi hal ini sudah diatur dalam Perpres No 48 tahun 2016. Presiden Joko Widodo telah menugaskan Perum Bulog untuk menjaga ketahanan pangan terkhusus terhadap beras, jagung dan kedelai.

Untuk menjaga ketahaan pangan atas; gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabe, daging sapi, daging ayam ras, dan teluar ayam, Menteri Perdagangan bisa menugaskan BUMN selain Bulog, atau tetap melalui Perum Bulog.

"Tugas penting dalam menjaga ketahanan pangan adalah basis data yang akurat, dan intensitas melakukan pengawasan dan operasi pasar, serta menjaga ketersediaan cadangan pangan pemerintah pusat dan daerah kuat. Untuk memastikan ketersediaan cadangan pangan pemerintah kuat, hendaknya mempersiapkan produksi pangan dalam negeri secara memadai, dan menghindari impor. Impor pangan kita lakukan hanya karena gagal panen atau karena produksi dalam negeri belum mencukupi karena masih minimnya lahan produksi," tegas Said.

Keempat Said menyebutkan agar Kementan, Kemendag, Badan Pangan, dan Bulog perlu mewaspadai pengaruh harga komoditas pangan nasional yang harganya cenderung naik. Apalagi kedelai, padi dan gula kita masih disuplai dari impor.

Kenaikan harga komoditas tersebut akan menjadi beban keuangan negara karena dispartitas harga impor dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebagai penetapan harga untuk stabilisasi harga pangan rakyat. Ditambah lagi, tidak ada satu pihak pun yang bisa memprediksikan kapan berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina.

Harga komoditas menunjukkan keadaan yang beragam, harga minyak bumi, gas bumi, minyak sawit, gandum, dan daging sapi cenderung turun, sebaliknya, kedelai, padi, dan gula di pasar internasional cenderung naik.

Terakhir, Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberi peringatan kepada kita semua akan ancaman La Nina, yang berarti tahun ini masyarakat Indonesia harus bersiap musim kering yang panjang. Musim kering yang panjang berpotensi mengoreksi produksi pangan nasional, khususnya beras.

Peringatan dini BMKG ini harus menjadi acuan mitigasi resiko dari kawan kawan di K/L, khususnya Kementan, Badan Pangan Nasional, dan Bulog dalam memperbaharui strategi menjalankan agenda ketahanan pangan menghadapi La Nina.

"Saya berkeyakinan bila langkah langkah tersebut dijalankan dengan baik, dan sinergi antar K/L dan pemerintah daerah berjalan dengan baik, persoalan pangan nasional tidak akan menjadi masalah bagi rakyat di tahun-tahun mendatang," pungkas Said.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bamsoet Ungkit Penundaan Pemilu di Depan Jokowi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular