Nih, Faktor Penyebab PDB per Kapita Jokowi Vs SBY Jomplang!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Rabu, 08/02/2023 18:25 WIB
Foto: infografis/Sangat Timpang! Ini Data PDB per Kapita RI Era SBY Vs Jokowi/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketimpangan kinerja Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan. Pasalnya, PDB per kapita di era Jokowi ternyata bergerak lebih lambat dibandingkan pada periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDB per kapita Indonesia pada 2022 mencapai US$ 4.783,9 per tahun atau Rp 71 juta. Artinya, rata-rata penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 275 juta ini memiliki pendapatan sekitar Rp 71 juta per tahun atau sekitar Rp 5,9 juta per bulan.

Sayangnya, jika dihitung dari awal pemerintahan hingga tahun ini, pertumbuhan PDB per kapita pada era Presiden Jokowi tidak mencapai 50%.


Dikutip data Bank Dunia, PDB per kapita Indonesia pada 2015 tercatat US$ 3.322,58 per tahun sementara data BPS menunjukkan angka tersebut naik menjadi US$ 4.783,9 pada 2022. Artinya, selama delapan tahun pemerintahan Jokowi, PDB per kapita naik sebesar US$ 1.307,28 atau 37,6%.

Data ini dibandingkan dengan kinerja SBY. Selama delapan tahun pemerintahan SBY, PDB per kapita Indonesia naik sebesar US$ 2.418,81 atau 193,6%. Pertumbuhan ini cukup tinggi. Hal ini mengundang komentar dari berbagai kalangan, termasuk ekonom.

Direktur CELIOS Bhima Yudistira mengatakan ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perbedaan perkembangan PDB per kapita. Pertama, era SBY menikmati bonanza komoditas tambang dan perkebunan yang cukup panjang dari mulai 2008-2014.

"Sementara itu, era Jokowi hanya menikmati satu tahun terakhir itupun rentangnya terlalu fluktuatif," kata Bhima, kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/2/2023).

Kedua, meskipun dikritik soal kurangnya belanja infrastruktur. Tetapi era SBY banyak infrastruktur industri yang dibangun jadi fokus tidak sekedar bangun utilitas. Sementara itu, pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi cenderung bertumpu pada pembanguna infrastruktur konektivitas, seperti jalan tol dan pelabuhan yang memiliki efek ekonomi lebih lama.

Selanjutnya, Bhima melihat utang pemerintah mulai agresif di era SBY sejak porsi SBN meningkat dibanding pinjaman.

"Porsi SBN yang naik punya konsekuensi terhadap bunga pinjaman lebih mahal. Dan era jokowi utang semakin jadi beban bagi APBN, akhirnya menghambat pertumbuhan atau debt overhang (keberatan utang)," kata Bhima.

Terakhir, pemerintahan Jokowi mengalami krisis pandemi. Krisis ini diibaratkan seperti reset ulang program ekonomi. Meski bukan satu-satunya faktor tapi pandemi berdampak terhadap gangguan pada kenaikan PDB per kapita.

"Indonesia kan sempat naik kelas jadi upper middle income country sebelum pandemi lalu merosot lagi jadi lower middle income," ujarnya.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, menambahkan pandemi memang menjadi penyebab perlambatan. Namun di luar pandemi, perlambatan pertumbuhan ekonomi sebenarnya sudah tampak sejak 2018-2019.

"Di zaman SBY itu bisa 5 persen mendekati 6 persen," katanya. Selain itu, Faisal mengungkapkan pertumbuhan industri di zaman SBY cukup cepat. Hal ini menentukan karena kontribusinya cukup besar, yakni sampai 20%.

Berkaca dari negara lain, sumber pertumbuhan dua digit umumnya didorong oleh industrialisasi. "Jepang dan Korea, nah ini kuncinya mereka mendorong industri manufaktur," paparnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tantangan Pendanaan Infrastruktur Kian Nyata Bagi RI