Pak Jokowi, Bank Dalam Negeri Mau Biayai Smelter, Asal..

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia semakin dekat dengan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah pada Juni mendatang. Namun nyatanya, pembangunan smelter atau fasilitas pemurnian dan pengolahan tambang mentah di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah sulitnya mendapatkan pembiayaan pembangunan dari perbankan.
Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, mengatakan ada beberapa alasan dibalik bank yang sukar untuk memberikan pembiayaan pembangunan smelter, antara lain kebijakan yang suka berubah, pertimbangan aspek lingkungan, hingga pasar.
Oleh karena itu, menurutnya yang diperlukan perbankan untuk bisa mendanai proyek smelter yaitu kepastian hukum dan jaminan dari pemerintah. Menurutnya, ini diperlukan guna menghindari terjadinya kredit macet pada perbankan.
"Jadi kepastian tentang hukum juga buat bank penting, karena itu akan menjadi kredit macet di mana biayanya sangat mahal loh, untuk membuat smelter itu sangat mahal," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (3/2/2023).
Tak hanya itu, masalah kepastian pasar menurutnya juga menjadi pertimbangan tersendiri dari pihak perbankan. Oleh karena itu, menurutnya perlu ada jaminan dari pemerintah atas keberlangsungan smelter ke depannya.
"Nah ini memang belum ada studi yang benar-benar membuat perbankan itu memang oh ini memang layak gitu, kecuali ada jaminan pemerintah. Jadi, mungkin pemerintah paling gampang jamin aja," ucapnya.
Dia menjelaskan, perbankan akan menggunakan dana masyarakat yang tersimpan untuk bisa memberikan kredit. Dana masyarakat yang ditabung ini menurutnya kebanyakan bersifat jangka pendek. Sementara kredit untuk pembangunan smelter bersifat jangka panjang dan jumlahnya sangat besar.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu memberikan insentif, seperti menurunkan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
"Jadi, memang yang diharapkan perbankan kalau memang pemerintah tuh ingin di sektor tertentu berilah insentif, misalnya, satu, ATMR (Aset Tertimbang Menurut Resiko)-nya diturunkan," tuturnya.
Selain itu, dia pun mengusulkan investasi ini melibatkan Sovereign Wealth Fund (SWF), tak hanya BUMN atau pun swasta.
"Jadi banyak jalan yang menurut saya agar bank itu mau lagi ke sana gitu, karena pengalaman bank itu jangan dikira enggak pernah kasih kredit smelter, pernah. Dulu bank pelat merah dan bank-bank besar itu konsorsium membiayai smelter," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bertitah kepada perbankan dalam negeri untuk turut berkontribusi memberikan kredit atau pinjaman untuk pembangunan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.
Pasalnya, pembangunan smelter merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendorong hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri dan bisa menjadi lompatan bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara maju.
"Saya titip agar bank-bank ngawalin. Caranya kalau ada orang kredit bikin smelter diberi. Apalagi orang kita sendiri, jangan dipersulit. Untungnya jelas untuk negara dan perusahan apa yang dpertanyakan lagi," kata Jokowi dalam acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (01/02/2023).
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto menyatakan bahwa memang yang menjadi permasalahan utama dari belum rampungnya smelter bauksit di Indonesia adalah karena nilai investasi yang dinilai sangat besar.
Ronald klaim bahwa untuk mendirikan satu smelter bauksit diperlukan modal (Capital Expenditure/ Capex) hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.160 per US$). Sehingga dia menilai, investasi dalam pembuatan smelter ini agak berat.
"Saya kira investasi yang memang agak berat. Investasi ini maju mundur, sudah deal, mereka pergi lagi," tutur Ronald kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (27/1/2023).
[Gambas:Video CNBC]
Pakar Tambang Dorong Moratorium Smelter Nikel, Ini Alasannya
(wia)