India Jadi Raja Tepung Telur Dunia, RI Makin Tertinggal
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyakit kecanduan impor Indonesia dari tahun ke tahun tak kunjung pulih. Dari mulai komoditas seperti kedelai sampai dengan produk olahan telur atau tepung telur.
Indonesia rutin mengimpor tepung telur dan menunjukkan tren kenaikan setiap tahunnya. Padahal, dulunya Indonesia merupakan salah satu negara swasembada kedelai, namun kini untuk memenuhi seluruh kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia harus melakukan impor.
Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai impor tepung telur pada Januari-November 2022 sebesar US$9,95 juta. Angka ini naik 17,97% (year on year/yoy).
Pada periode yang sama, volumenya pun mencapai 1,71 ribu ton atau naik 3,12% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Adapun negara utama asal impor tepung telur Indonesia adalah India, dengan pangsa mencapai 98% dari nilai total impor tepung telur periode Januari-November 2022. Artinya, impor tepung telur asal India meningkat cukup signifikan pada Januari-November 2022. Hal yang sama juga terjadi dalam waktu 5 tahun terakhir.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa India telah berhasil dalam hal memproduksi tepung telur sampai dengan komoditas penunjang lainnya, seperti jagung dan kedelai sebagai bahan baku pakan ternak.
Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengaku dirinya sudah dari sejak lama mempertanyakan resep sukses India dalam memproduksi tepung telur. Ia melihat, kenapa harga dari 1kg tepung telur di India bisa lebih murah ketimbang dengan di Indonesia?. Hal ini karena, menurut dia, di Indonesia sendiri bahan baku pakannya paling mahal di tingkat Asia.
"Bahan paku impor kita mahal lho, kita hanya bisa swasembada jagung, tetapi kedelai kita nggak bisa swasembada," Kata Musbar kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/2/2023).
Sumber utamanya adalah dari bahan pakan ternak itu sendiri, seperti jagung dan kedelai. Jadi, dengan adanya ketersediaan komoditas untuk bahan pakan ternak sehingga akan membuat harga telur menjadi stabil, tidak fluktuatif seperti di Indonesia. Dengan begitu, produksi tepung telur pun bisa berjalan dengan lancar karena kontinuitas dari supply yang terpenuhi. Padahal, Indonesia dulunya termasuk negara yang swasembada kedelai.
"India kan bisa memproduksi kedelai sendiri, itu yang salah satunya diekspor ke Indonesia. Nah jadi kalau India bisa swasembada kedelai, di Indonesia kita belum belajar bagaimana caranya swasembada kedelai, karena kebutuhan buat tahu tempe saja kita masih menggantungkan pada kedelai GMO. Sebelum tahun 1995-1996 kita swasembada kedelai loh, sekarang kok kita jadi importir kedelai terbesar di tingkat Asia," ujarnya.
"Kalau (harga tepung telur) India bisa murah, karena mereka bisa swasembada kedelai. (Sedangkan) Indonesia kedelainya 100% impor, bagaimana mau efisien ya? Kita yang bisa bersaing hanya harga jagung vs jagung impor, kadangkala sama atau beda tipis saja," tambah Musbar.
Selain itu, Musbar menjelaskan bahwa dalam proses pembuatan tepung telur, telur yang digunakan harus telur segar (fresh egg), tidak bisa bahan bakunya diganti dengan telur breeding broiler. "Karena ada bintik darahnya, tidak direkomendasikan oleh FAO (Food and Agriculture Organization) ya," tuturnya.
(wur/wur)