Ini Biang Kerok RI Kecanduan Impor Produk Olahan Telur

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
01 February 2023 14:00
Rizal Ansori mengambil telur di kandang ayam miliknya di jalan Betet 1, Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Rizal Ansori mengambil telur di kandang ayam miliknya di jalan Betet 1, Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia getol mengimpor produk tepung telur. Ironi memang karena produksi telur Indonesia surplus setiap tahunnya. Tapi apa sih alasannya?

Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Pardjuni mengungkapkan bahwa alasan utama Indonesia masih kecanduan impor produk olahan telur itu karena harga telur di Indonesia yang masih terbilang tinggi dan fluktuatif atau tidak stabil. Sehingga untuk membangun pabrik pengolahan tepung telur di dalam negeri masih menjadi hal yang mustahil.

"Kita pun sebenarnya juga sudah rencana mau dibangun pabrik tepung telur, tetapi kan memang pabrik tepung telur ini juga memerlukan raw material yang juga harganya masuk. Kalau harganya sekarang di atas Rp20.000 terus, atau di atas Rp22.000, saya kira pabrik tepung telur di Indonesia tidak akan jalan, karena costnya pasti mahal, HPPnya tinggi. Dan harga telur di Indonesia masih fluktuatif, belum stabil," kata Pardjuni kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/2/2023).

Pardjuni mengatakan bahwa pihaknya sempat diundang dan bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2021 lalu untuk membicarakan perihal rencana pembangunan pabrik tepung telur di Jawa Timur. Namun, rencana tersebut sampai dengan saat ini masih belum ada kabar terealisasikannya.

"Jadi, rencananya di Jawa Timur, disentralkan di sana karena memang sentral petelur ini mayoritas di Jawa Timur, itu yang akan dibangun. Tapi sampai hari ini saya belum dapat berita, apakah sudah selesai, apakah sudah produksi atau belum," ujarnya.

Rizal Ansori mengambil telur di kandang ayam miliknya di jalan Betet 1, Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)Foto: Rizal Ansori mengambil telur di kandang ayam miliknya di jalan Betet 1, Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Rizal Ansori mengambil telur di kandang ayam miliknya di jalan Betet 1, Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Adapun alasan kenapa sampai dengan hari ini rencana pembangunan pabrik tepung telur masih belum terealisasi karena, menurutnya, harga telur di dalam negeri yang masih mahal dan fluktuatif, jadi ketika harga telur sedang tinggi, mesin pengolah dari produk tersebut bisa saja berhenti beroperasi karena tidak adanya bahan baku yang bisa diolah.

"Masih fluktuatif. Jadi memang karena masih belum stabil ya. Artinya, pada saat tertentu harganya mahal, seperti kemarin harganya sampai Rp25.000 per kg, tapi pada saat tertentu sampai Rp15.000 per kg. Begitu telur mahal, mesin itu pasti berhenti," tuturnya.

Untuk itu, Pardjuni mengatakan, agar produksi tepung telur nantinya bisa tetap eksis, telur yang memang mahal itu bisa diganti dengan telur breeding, untuk mengganti bahan baku utamanya sehingga dapat mengurangi jumlah impor dengan memaksimalkan yang ada di dalam negeri.

"Kalau mau eksis terus, memang telur ini harus diambilkan dari telur yang murah. Mungkin, dia ngambil dari telur breeding yang saat itu mungkin gak laku dia buang telurnya itu, dari pada ke masyarakat ya dia harus diolah sendiri," ujarnya.

Sementara itu, harga telur yang fluktuatif tak terlepas dari populasi ayam petelurnya itu sendiri. Pardjuni mengatakan, naik turunnya populasi juga disebabkan oleh adanya seleksi alam.

"Memang ini berkaitan dengan populasi di masyarakat, di peternak ini pasti pada saat harga di Rp15.000 populasinya sangat tinggi. Nah pada saat harga kemarin di Rp25.000 itu memang populasinya menurun, karena memang seleksi alam," terangnya.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Malu-maluin! Produk Olahan Telur RI Harus Impor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular