Hii...Ada Fenomena Kantor 'Hantu' di DKI, Ini Biang Keroknya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
30 January 2023 11:35
Suasana Gedung Kementrian di Kawasan Jakarta, Rabu 7/8. Pemindahan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Jakarta ke salah satu lokasi di Kalimantan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, mencapai Rp 466 triliun. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan Salah satu komponen utama pendanaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 
Potensinya sangat kasar. Pemetaan potensi aset di Medan Merdeka, Kuningan, Sudirman, dan Thamrin perkiraan Rp 150 triliun. Ini bisa menambal kebutuhan APBN. Tadinya dari APBN butuh Rp 93 triliun. Artinya dengan Rp 150 triliun bisa menutup untuk bangun istana, pangkalan TNI, dan kebutuhan rumah dinas. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Gedung Perkantoran di Jakarta (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena kantor kosong bak bangunan 'berhantu' masih ramai dijumpai di pusat kawasan bisnis atau Central Business District (CBD) DKI Jakarta. Bukan karena beneran berhantu, tetapi karena belum memiliki penyewa atau tenant.

Senior Director Office Services Colliers Bagus Adikusumo mengatakan, alasan kosongnya bangunan kantor saat ini karena memang permintaan kantor yang masih kurang baik akibat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih belum begitu baik.

"Permintaan kantor itu sangat berhubungan erat sama pertumbuhan ekonomi atau GDP (gross domestic product) kita yang 5% itu. Saya ambil contoh, waktu kita di tahun 2015, 2016, 2017, GDP kita di 5% itu. Setiap tahun itu kita bisa ada 200-300 m2 permintaan kantor. Tapi pada saat pandemi 2020 drop minus, kemudian tahun 2021 hanya naik 3 sekian persen GDP, sementara suplainya banyak dan ada terus," terang Bagus kepada CNBC Indonesia, Senin (30/1/2023).

Dia menjelaskan, pasokan kantor yang terus ada setiap tahunnya, sementara permintaan ruang kantor yang rendah atau menurun sejak pandemi Covid-19 membuat okupansi kantor menjadi rendah, sehingga memicu fenomena kantor hantu.

Namun demikian, Bagus menepis ungkapan yang menyebut 'kantor hantu', sebab menurut dia sebutan kantor hantu tidak pas untuk menggambarkan rendahnya okupansi dari kantor tersebut.

Ia menyebut, okupansi rendahnya masih berada di angka 75%, bukan di bawah rata-rata 50%.

"Saya ada nggak setuju ya dengan konsep 'perkantoran hantu' karena kayak kesannya rusak banget gitu ya. Okupansi rendah itu sebenarnya masih di angka 75%, jadi kita bicaranya nggak rendah banget. Bukan average di bawah 50%. Jadi kantor hantu menurut saya kurang tepat untuk penggunaan (sebutannya)," ujarnya.

Untuk itu, Bagus menganalisa pergerakan sewa untuk perkantoran ke depannya akan menunjukkan peningkatan, namun tetap masih akan tertekan di tahun 2023 sampai dengan tahun 2025. Sementara pasokan kantor baru masih akan ada sampai awal tahun 2025 mendatang.

"Jadi memang (okupansi kantor) masih terus tertekan dari tahun 2023 ini sampai tahun 2025 masih terus tertekan, tapi tidak akan sampai okupansinya menjadi 'kantor hantu', nggak sampai serendah itu. Jadi kalau sekarang 75%, mungkin kalau misalkan tertekan ya mungkin sampai 70%, udah gitu naik lagi 2025," tuturnya.

"Diharapkan tahun 2025 mulai merangkak naik. Supply masih banyak, supply tahun 2023 masih ada, 2024 ada sedikit, tapi 2025 yang paling gede itu (bangunan) Indonesia Satu. Setelah itu enggak akan ada lagi supply baru, sementara permintaan naik terus seiring dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%," tambah Bagus.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Ada Asing di Balik Fenomena Kantor 'Hantu' DKI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular