
Larangan Ekspor Bauksit Tak Mendadak, Harusnya Pengusaha Siap

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia akan segera menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah bauksit pada Juni 2023 mendatang, sesuai dengan yang sudah dimandatkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Namun sayangnya, semakin dekat pemberlakuan kebijakan ini nyatanya tidak dibarengi dengan kesiapan ketersediaan smelter atau fasilitas pemurnian dan pengolahan bauksit di dalam negeri. Padahal, kebijakan ini bukan hal baru bagi para pengusaha tambang di Indonesia.
Tenaga Ahli Utama Bidang Industri dan Perdagangan Kantor Staf Presiden (KSP), Agung Krisdiyanto menyebutkan saat ini baru ada satu smelter bauksit yang beroperasi di Indonesia.
Agung mengatakan belum siapnya ketersediaan smelter bauksit di dalam negeri ini disayangkan, padahal kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah, termasuk bauksit, tidak diumumkan secara mendadak.
Dia menilai, seharusnya pengusaha sudah mempersiapkan diri dalam menghadapi pelarangan ekspor mineral mentah yang dituangkan melalui UU No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Bahkan, kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah ini sudah diatur dalam UU Minerba sebelumnya, yakni UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Namun demikian ada satu hal yang kita garis bawahi bersama, bahwa misalnya pengumuman pemerintah untuk pelarangan ini tidak mendadak serta merta seperti yang disampaikan di akhir 2022 lalu. Ini sebenarnya diawali tahun 2020. Melalui UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (27/1/2023).
Dia menyebutkan, terbitnya UU No.3/2020 tersebut sudah sejak tiga tahun yang lalu. Oleh karena itu, menurutnya para pelaku usaha seharusnya sudah mempersiapkan segalanya sejak saat itu.
"Jadi sudah 3 tahun yang lalu, sehingga seharusnya para pelaku usaha juga bisa mempersiapkan waktu itu," jelas Agung.
Namun, dia mengungkapkan pemerintah berambisi di tahun 2024 ditargetkan ada sebanyak 3 smelter bauksit yang akan beroperasi. Diikuti pembangunan yang lebih masif lagi ke depan, pada 2026 akan ada tambahan sebanyak 5 smelter bauksit.
Agung menyebutkan bahwa ada total 10 smelter bauksit yang akan dibangun di Indonesia sampai dengan tahun 2026 mendatang.
"Jadi hilirisasi bauksit ini sudah menjadi program prioritas Presiden ya, dan rencana ke depan itu untuk saat ini, saya jelaskan dulu untuk saat ini sudah ada 1 smelter yang sudah ready, sudah beroperasi. Rencananya tahun 2023 kita ada tambahan 1 lagi yang sudah siap, dan 2024 kita nanti akan ada 3 lagi, 2026 akan ada 5 lagi jadi totalnya kta ada sekitar 10 ya," ujarnya.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) membeberkan alasan dibalik belum tuntasnya pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) bauksit di Indonesia. Hal tersebut ternyata dikarenakan investasi yang begitu besar, namun sulitnya investor yang mau masuk.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto menyatakan bahwa memang yang menjadi permasalahan utama dari belum rampungnya smelter bauksit di Indonesia adalah karena nilai investasi yang dinilai sangat besar.
Ronald klaim bahwa untuk mendirikan satu smelter bauksit diperlukan modal (Capital Expenditure/ Capex) hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.160 per US$). Sehingga dia menilai, investasi dalam pembuatan smelter ini agak berat.
"Saya kira investasi yang memang agak berat. Investasi ini maju mundur, sudah deal, mereka pergi lagi," tutur Ronald kepada CNBC Indonesia dalam kesempatan yang sama, dikutip Jumat (27/1/2023).
Adapun hal lain yang dihadapi para pengusaha bauksit adalah ketika sudah sepakat antara investor dan pengusaha untuk membangun smelter di Indonesia, namun tiba-tiba Izin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut.
"Ada beberapa hal seperti kami lah contohnya, kami sudah berusaha deal dengan investor, tiba-tiba IUP dicabut. Nah ini kan soal perizinan. Bagaimana mungkin, dia sudah deal tiba-tiba nggak ada (izin), mau kemana, mau apa dasar hukumnya? Nggak ada orang IUP-nya sudah dicabut," jelasnya.
Dengan begitu dia mengatakan bahwa pihaknya ingin duduk bersama dengan pemerintah untuk bisa mencari jalan keluar dari permasalahan investasi ini. Ronald menekankan hal ini harus dilakukan agar amanat UU 3/2020 tersebut bisa terealisasi.
"Kita juga ingin duduk bersama untuk bisa sharing, kita nggak cengeng, tapi kita ingin coba memberikan sesuatu agar ini bisa terealisasi," ucapnya.
Pasalnya, produksi bijih bauksit di dalam negeri saat ini jumlahnya mencapai 58 juta ton per tahun. Sementara, fasilitas pengolahan Smelter Grade Alumina (SGA) yang ada baru sebatas 2 unit smelter dengan konsumsi bijih bauksit 12 juta ton per tahun.
Artinya masih terdapat selisih 44 juta ton bijih bauksit yang belum terserap. Terutama apabila kebijakan larangan ekspor benar-benar akan diberlakukan mulai Juni 2023.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Ingatkan Pemerintah Jangan Hanya Fokus Pada Smelter