Produksi Opium Tetangga RI Melonjak, Mau Jadi Negara Narcos?

Jakarta, CNBC Indonesia - Budidaya opium di Myanmar telah mengalami lonjakan hingga 33% pada tahun 2022 lalu. Hal ini terjadi saat Myanmar berada dalam kekuasaan junta militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil negara sejak 2021 lalu.
Opium sendiri merupakan getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang.
Secara rinci, area budidaya opium pada tahun 2022 diperluas sepertiga menjadi 40.100 hektar. Sementara itu, perkiraan hasil rata-rata naik 41% menjadi hampir 20 kg per hektar. Ini merupakan angka tertinggi sejak 2002.
"Negara Bagian Shan timur, yang berbatasan dengan China, Thailand, dan Laos, mengalami peningkatan budidaya terbesar, sebesar 39%," tulis laporan itu dikutip Reuters, Kamis (26/1/2023).
Nilai opium yang diproduksi setiap tahun di Myanmar dapat mencapai hingga US$ 2 miliar (Rp 30 triliun). Sebagian besar obat tersebut diselundupkan ke negara tetangga dan ke pasar global.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan lonjakan ini 'terhubung langsung' dengan gejolak politik dan ekonomi di Myanmar sejak kudeta militer. Apalagi, kenaikan ini membalikkan tren penurunan produksi opium selama 6 tahun terakhir.
"Gangguan ekonomi, keamanan, dan tata kelola yang mengikuti pengambilalihan militer pada Februari 2021 telah menyatu, dan para petani di daerah terpencil yang seringkali rawan konflik... memiliki sedikit pilihan selain kembali ke opium," kata perwakilan regional UNODC, Jeremy Douglas.
Perekonomian Myanmar sendiri memang telah mengalami penurunan sejak kudeta. Ini ditandai dengan nilai mata uang kyat yang anjlok terhadap dolar dan harga makanan dan bahan bakar naik.
"Tanpa alternatif dan stabilitas ekonomi, penanaman dan produksi opium kemungkinan besar akan terus berkembang," kata manajer negara UNODC Myanmar, Benedikt Hofmann.
[Gambas:Video CNBC]
Para Biksu Dipecat Gegara Narkoba, Kuil di Thailand Kosong
(hsy/hsy)