Kasus Meikarta Memanas, DPR Bakal Panggil Lippo-Ditjen Pajak
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI berencana memanggil kembali Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama (MSU/ developer Meikarta). Selain itu, Komisi VI DPR mewacanakan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Meikarta.
Pemanggilan itu adalah kedua kalinya, setelah pada Rabu (25/1/2023), Presiden Direktur MSU dijadwalkan hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) bersama Komisi VI DPR, Rabu (25/1/2023).
Hanya saja rapat tersebut tidak dihadiri oleh pihak MSU.
"Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama (Developer Meikarta) tidak hadir dan tidak memberikan keterangan," demikian butir kesatu Catatan Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dengan Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama (Developer Meikarta).
"Komisi VI DPR mengusulkan untuk dilakukannya Rapat Gabungan bersama dengan Komisi III dan Komisi XI DPR RI. Komisi VI DPR RI akan melakukan pemanggilan kedua kepada Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama dan mengundang Lippo Group," bunyi butir kedua dan ketiga.
Anggota Komisi VI Andre Rosiade mengatakan, dengan rapat gabungan itu, Komisi III, VI, dan XI DPR RI bisa memanggil mitra masing-masing hadir dalam rapat membahas kisruh Meikarta dan konsumennya.
Mulai dari BI dan OJK, Mahkamah Agung, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), akan diundang rapat dengan pemilik Meikarta, Lippo Group.
Sementara itu, dalam RDPU tersebut, Anggota Komisi VI DPR Daeng Muhammad mengungkapkan pengaduan salah satu konsumen Meikarta.
"Seharusnya, jika berhalangan, pihak Meikarta memberikan keterangan kepada kita. Kalau nggak beri penjelasan sama sekali, buat saya, DPR RI dilecehkan dan nggak dianggap oleh Mahkota Sentosa Utama sebagai developernya Meikarta," kata Daeng.
"Di sini saya ada bawa bukti konsumen yang sudah membayar lunas, cash tahun 2017. Yang diberi 2 penawaran, pertama studio harga Rp285 juta dikembalikan tapi dengan potongan Rp63 juta. Atau, diganti unit dengan harga Rp480 juta," paparnya.
Hanya saja, lanjut dia, yang menjadi persoalan adalah karena konsumen sudah membayar tunai (cash) lunas tahun 2017 namun belum mendapat kejelasan soal nasib unit apartemen yang dibeli.
"Buat saya ini adalah penipuan. Mereka yang wanprestasi, mereka yang ingkar janji, ketika nggak puas dituntut, lalu tuntut balik. Ada pola-pola yang nggak benar dilakukan, yang merasa super power, bisa atur semuanya," tukasnya.
"Saya dari Dapil 7 Jawa Barat, saya sangat mengerti dan tahu betul kondisinya seperti apa. Karena banyak saudara juga yang jadi korban pembelian Meikarta. Nah, Komisi VI ini juga membidangi perlindungan konsumen. Saya harap kita tidak setengah hati, sebagai wakil rakyat, kita ada bersama masyarakat, kita di belakang konsumen Meikarta," cetusnya.
Anggota Komisi VI DPR yang juga hadir dalam RDPU, Nyat Kadir pun mempertanyakan modus konsumen membayar lunas tapi tak mendapat unit apartemen yang dibeli.
"Bagaimana bisa? Ketipu gitu? Hipnotis atau bagaimana? Kecuali DP ya," katanya.
Daeng pun menjabarkan, konsumen tersebut membayar lunas apartemen secara tunai. Dengan DP Rp26 juta. Dan kemudian dibayarkan lunas Rp285 juta. Karena ada PPN 10%.
"Nah ini, belum akad kredit tapi PPN sudah bayar. Makanya perlu dicek apakah PPN sudah diambil ini sudah disetor ke negara?," tukas Daeng.
Menanggapi hal itu, Andre pun menimpali, "Makanya perlu rapat gabungan dengan Komisi XI. Panggil Dirjen Pajak," kata Andre.
(dce/dce)