Internasional

AS Dinilai Bakal 'KO' jika Nekat Lawan China, Ini Alasannya

News - Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
25 January 2023 15:00
Chinese and U.S. flags flutter near The Bund, before U.S. trade delegation meet their Chinese counterparts for talks in Shanghai, China July 30, 2019.  REUTERS/Aly Song Foto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) tidak siap untuk melawan China. Hal ini disampaikan oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) saat Pentagon kehabisan rudal penting pada minggu pertama simulasi bentrokan untuk membela Taiwan.

Lembaga asal AS itu memperingatkan Washington tidak memiliki persediaan amunisi yang cukup atau kapasitas industri dalam mengisinya kembali untuk konfrontasi militer besar-besaran dengan China.

CSIS yang menjalankan simulasi telah mendesak Pentagon untuk menimbun senjata dan bahan untuk memproduksinya, dan memberi insentif kepada produsen untuk membangun fasilitas baru dengan menawarkan persyaratan yang lebih baik.

Organisasi nirlaba tersebut mencantumkan kontraktor pertahanan utama, termasuk Lockheed Martin, Boeing, dan General Dynamics. "Keadaan industri pertahanan AS sebagai tidak memadai untuk lingkungan kompetitif saat ini," kritik CSIS, dikutip Russia Today, Rabu (25/1/2023).

Basis produksi tidak dapat mendukung konflik intensitas tinggi yang berlarut-larut, kata laporan yang dirilis pada Senin tersebut. AS kehabisan senjata tertentu dalam simulasi, termasuk rudal Javelin dan Stinger, howitzer 155 mm, dan radar kontra-artileri, karena ini telah dikirim ke Ukraina.

Dalam kemungkinan konflik dengan China atas Taiwan, yang dinilai CSIS dapat pecah dengan sedikit waktu persiapan, skenario ini dapat direplikasi.

"Dalam hampir dua lusin pengulangan simulasi perang CSIS yang memeriksa perang AS-China di Selat Taiwan, Amerika Serikat biasanya mengeluarkan lebih dari 5.000 rudal jarak jauh dalam tiga minggu konflik: 4.000 JASSM, 450 LRASM, 400 Harpoon, dan 400 rudal serangan darat (TLAM) Tomahawk," kata laporan itu.

CSIS memperkirakan bahwa LRASM, rudal anti-kapal jarak jauh, akan menjadi sangat penting jika angkatan laut China memberlakukan blokade terhadap Taiwan.

CSIS mencatat AS menghabiskan inventaris senjata-senjata itu pada minggu pertama di setiap iterasi konflik yang dimodelkan. Sementara itu, waktu produksi senjata adalah dua tahun.

Laporan tersebut juga mengidentifikasi sejumlah kelemahan mendasar, termasuk status Pentagon sebagai satu-satunya pembeli senjata, dan aturan akuisisinya, yang memprioritaskan efisiensi dan pengendalian biaya atas kecepatan dan kapasitas.

"Produsen tidak menikmati permintaan amunisi yang dapat diprediksi, yang dapat disediakan oleh kontrak multi-tahun, misalnya," jelas laporan tersebut. "Jadi berinvestasi secara serius dalam modal dan personel bukanlah keputusan bisnis yang baik bagi mereka."

Peraturan AS untuk ekspor senjata berarti bahwa untuk mendapatkannya sesuai rencana membutuhkan waktu ekstra berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Beberapa senjata canggih yang ditawarkan oleh China dan Rusia mendapatkan keunggulan kompetitif karena ini juga karena harganya yang lebih murah.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Pejabat AS Kunjungi Taiwan (Lagi), Ternyata Ini Tujuannya


(luc/luc)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading