
5 Fakta 'Wow' di Surplus Neraca Dagang Terbaik Sepanjang Masa

Jakarta, CNBC Indonesia - Minggu ketiga Januari 2023 adalah momen penting di sejarah ekonomi Indonesia. Pasalnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan rekor baru.
Indonesia berhasil mencetak surplus neraca perdagangan terbesar sepanjang sejarah. Nilai surplus tersebut mencapai US$ 54,46 miliar pada 2022.
Dari data BPS, surplus ini disumbang oleh ekspor yang mencapai US$ 291,98 miliar atau naik 26,07% (year-on-year/yoy) dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara itu, impor Indonesia sepanjang 2022 mencapai US$ 237,52 miliar, naik sebesar 21,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan surplus ditopang oleh kinerja ekspor yang tumbuh 53,76% secara tahunan.
"Ekspor tumbuh impresif yang tumbuh 53,76%, ini kinerjannya berkelanjutan," katanya dalam konferensi pers, Senin (16/1/2023).
Jelas, kinerja yang ciamik ini diperoleh di tengah pelemahan ekspor global. Komoditas yang menopang surplus ini adalah bahan bakar mineral alias batu bara.
Berikut ini, fakta-fakta lengkap di balik surplus neraca perdagangan yang tercatat terbesar sepanjang masa:
1. Ekspor Melesat, Cadev Tiarap
Indonesia tercatat membukukan ekspor senilai US$ 291,98 miliar pada 2022, atau tertinggi dalam sejarah. Sayangnya, cadangan devisa (cadev) justru menurun US$ 7,7 miliar sepanjang tahun lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor yang menembus US$ 291,98 miliar pada 2022 melonjak 26,07% dibandingkan 2021. Secara nominal, ekspor 2022 lebih tinggi US$ 60,37 miliar dibandingkan kumulatif ekspor pada 2021 yang tercatat US$ 231,61 miliar.
Sementara itu, data Bank Indonesia (BI) mencatat cadev justru berkurang US$ 7,7 miliar sepanjang 2022 dari US$ 144,91 miliar pada Desember 2021 menjadi US$ 137,2 miliar pada Desember 2022.
Kondisi tahun ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada 2021. Pada 2021, ekspor bertambah US$ 68,23 miliar dibandingkan 2020 menjadi US$ 231, 62 miliar. Pada tahun tersebut, cadev meningkat US$ 9 miliar menjadi US$ 144,9 miliar.
Kondisi 2022 ini juga berkebalikan dengan 2020 di mana ekspor pada tahun tersebut turun US$ 4,22 miliar menjadi US$ 163,31 miliar. Namun, cadev justru meningkat US$ 6,7 miliar menjadi US$ 135,9 miliar pada akhir tahun 2020.
2. Eropa Borong Batu Bara RI
Volume nilai dan ekspor batu bara Indonesia ke kawasan Uni Eropa melesat pada 2022. Lonjakan ekspor ditopang oleh tingginya permintaan dan harga setelah perang Rusia-Ukraina meletus.
BPS melaporkan volume ekspor batu bara Indonesia ke Uni Eropa menyentuh 5, 85 juta ton pada Januari-Desember 2022. Volume tersebut melonjak 1.373% dibandingkan pada 2021 yang hanya tercatat 396.582 ton.
Secara nilai, ekspor batu bara RI ke Uni Eropa menembus US$ 1,055 miliar sepanjang 2022. Nilai tersebut melesat 4.114% dibandingkan pada 2021 yang mencapai US$ 25,044 juta.
Italia, Spanyol, Jerman, hingga Polandia merupakan beberapa negara yang meningkatkan pemesanan batu bara Indonesia dalam jumlah sangat besar.
Dari catatan BPS, Italia mengimpor batu bara RI senilai US$ 418,14 juta pada Januari-Desember 2022. Pencapaian tersebut sangat luar biasa mengingat Italia tidak tercatat mengimpor batu bara RI pada 2021.
Sementara itu, hingga Oktober 2022, volume ekspor terbesar ekspor ke Uni Eropa adalah ke Polandia. Volume ekspor batu bara ke Polandia mencapai 1,9 juta ton. Urutan kedua adalah Italia sebesar 1,13 juta ton dan Belanda dengan 1,04 juta ton.
3. Pesta Usai, Defisit Menanti
Di balik kinerja ciamik, surplus neraca perdagangan diperkirakan akan terhenti pada akhir semester I-2022. Sinyal terkikisnya surplus sudah muncul melalui penurunan ekspor selama empat bulan beruntun.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor pada Desember 2022 mencapai US$ 23,83 miliar. Nilai tersebut turun 1,10% dibandingkan pada bulan sebelumnya (month to month/mtm). Namun, masih naik sekitar 6,58% secara tahunan (year on year/yoy).
Sebagai catatan, nilai ekspor Indonesia mencatat rekor tertingginya pada Agustus 2022 dengan nilai mencapai US$ 27,86 miliar. Namun, ekspor turun secara beruntun (mtm) dari September-Desember 2022.
Penurunan empat bulan beruntun adalah yang pertama kali sejak awal 2019.
Nilai ekspor pada Desember 2022 juga menjadi yang terendah sejak Mei 2022 di mana pada saat itu Indonesia melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
BPS juga melaporkan nilai impor pada Desember 2022 mencapai US$ 19,94 miliar. Nilai tersebut naik 5,16% (mtm) tetapi turun 6,61% (yoy). Dengan demikian neraca perdagangan masih mencatatkan surplus senilai US$ 3,89 miliar.
4. Putin Beli Sawit RI
Dari catatan BPS, ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sepanjang 2022 mencapai 25 juta ton. Ternyata, salah satu tujuan ekspor terbesar adalah Rusia.
Adapun, data BPS ini menunjukkan secara volume dan ekspor CPO Indonesia pada 2022 melandai 2,4% menjadi 25, 01 juta ton. Sebaliknya, secara nilai, ekspor meningkat menjadi US$ 27,77 miliar. Nilainya naik 3,8% dari 2021 yang tercatat US$ 26,76 miliar.
Pasar CPO terbesar Indonesia masih dipegang India disusul kemudian dengan China, Pakistan, Amerika Serikat (AS), Bangladesh, dan Malaysia. Urutan berikutnya adalah Mesir, Rusia, Vietnam, dan Italia.
Dari 10 besar tujuan utama, kenaikan terbesar dicatatkan India yakni 61,83% sementara penurunan terbesar adalah Mesir yakni 34,4%. Yang menarik, ekspor ke Rusia menembus 607.694 ton dengan nilai US$ 742,53 juta pada 2022. Dari volume, ekspor Indonesia hanya turun 4,04% sementara dari nilai meningkat 12,3%.
Penurunan volume ekspor ke Rusia bisa dipahami karena ekonominya ambruk setelah perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022.
5. Thailand Kalahkan China
Dari penelusuran CNBC Indonesia, Thailand secara mengejutkan menyalip China sebagai salah satu negara yang membuat Indonesia defisit sangat besar dalam neraca perdagangan nonmigas.
Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Thailand menembus US$ 6,89 miliar pada 2022. Adapun, sebaliknya, Indonesia mengimpor produk nonmigas Thailand senilai US$ 10,85 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan defisit perdagangan nonmigas sebesar US$ 3,96 miliar dengan Thailand pada 2022.
Nilai defisit dengan Thailand melewati catatan defisit Indonesia dengan China. Pada 2022, Indonesia membukukan defisit perdagangan nonmigas sebesar US$ 3,61 miliar dengan Tiongkok.
Catatan defisit terbesar masih dilaporkan dari hubungan dagang dengan Australia. Defisit neraca perdagangan nonmigas dengan Australia menembus US$ 6 miliar pada 2022.
Nilai defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan pada 2021 yang tercatat US$5,48 miliar. Dibandingkan pada sebelum pandemi pada 2019, nilai defisit nonmigas dengan Australia bahkan naik dua kali lipat lebih.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2007 atau 15 tahun terakhir, Indonesia memang selalu mencatatkan defisit dengan Thailand.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPS: Ekspor RI per September Anjlok 16,17% Jadi US$ 20,76 M
