Ada Larangan Ekspor Tembaga, Freeport Percepat Smelter
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) menyatakan komitmennya untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait hilirisasi mineral mentah di dalam negeri. Hal tersebut merespon rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bakal melanjutkan pelarangan ekspor mineral mentah seperti konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini.
Vice President Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Riza Pratama menjelaskan pihaknya mendukung penuh terkait program hilirisasi yang terus digencarkan pemerintah. Bahkan, perusahaan saat ini sedang mengembangkan investasi besar dalam pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) di kawasan industri JIIPE, Gresik.
"Aktivitas pembangunan sebelumnya terbatas akibat pandemi, namun saat ini kami membuat kemajuan yang sangat baik dalam menyelesaikan proyek secepat mungkin," ujar Riza kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/1/2023).
Riza mengatakan, konstruksi proyek smelter sendiri ditargetkan dapat selesai secara substansial pada akhir 2023, dengan peningkatan produksi pada 2024. Oleh sebab itu, pihaknya akan terus menunjukkan komitmen perusahaan terhadap inisiatif ini dan akan bekerja sama dengan Pemerintah.
"Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk menjaga operasi penambangan sementara pembangunan kapasitas smelter terus berjalan," kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah perlu memperhitungkan kembali rencana pelarangan ekspor beberapa bahan mineral mentah pada 2023 mendatang. Utamanya adalah komoditas tembaga.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli memproyeksi pemerintah bakal memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga sampai 2024 mendatang. Hal tersebut menyusul progres pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) yang direncanakan akan rampung pada awal 2024.
Menurut Rizal jika pelarangan ekspor konsentrat tembaga tetap dilakukan pada Juni 2023, maka dampak yang akan ditanggung PTFI cukup besar. Apalagi Freeport saat ini sedang dalam masa ramp up (peningkatan) produksi di tambang bawah tanah yang sudah mulai berproduksi (Grasberg Block Cave).
"Maka yang akan terdampak adalah produksi PT Freeport bisa terhenti karena produksi konsentratnya tidak bisa dikapalkan dan menumpuk di gudang," ujar Rizal kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/11/2022).
Di samping itu, saat ini hanya PT Smelting Gresik yang dapat mengolah konsentrat tembaga di dalam negeri dengan kapasitas 1 juta ton input per tahun dan rencana pengembangannya sebesar 300.000 ton per tahun. Praktis hanya 1,3 juta ton yang bisa diserap di dalam negeri nantinya.
"Jika produksi konsentrat Freeport 3 juta ton per tahun, maka sisanya yang 1,7 juta ton tetap harus diekspor ke luar negeri," kata dia.
Ia menyadari pelarangan ekspor tembaga ke luar negeri tentu akan berdampak positif bagi Indonesia karena adanya peningkatan nilai tambah (PNT) di dalam negeri. Terutama penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa, PAD bagi daerah, multiplier effect, dan lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus selalu melakukan promosi agar negara-negara industri mau berinvestasi di Indonesia karena banyaknya potensi yang bisa digarap dan menarik dari sisi ekonomi terutama di sektor mineral dan batu bara.
(pgr/pgr)