
Jokowi Beraksi! RI Bisa Ketiban 'Durian Runtuh' Jumbo Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada pertengahan tahun ini atau 2023 berencana melarangan ekspor konsentrat tembaga. Larangan ekspor ini bisa membuat RI ketiban 'durian runtuh' lagi seperti halnya hilirisasi nikel.
Seperti yang diketahui, Indonesia sukses dalam hilirisasi nikel di dalam negeri. Terbukti, pada tahun 2022, realisasi nilai tambah dari hasil hilirisasi nikel melejit hingga US$ 33 miliar atau sekitar Rp 514 triliunan.
Nah, durian runtuh dari hasil hilirisasi bisa kembali diperoleh oleh Indonesia dengan larangan ekspor konsentrat tembaga tersebut.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai jika berkaca kepada produk pelarangan ekspor bijih nikel meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, namun demikian kegiatan hilirisasi mineral jenis ini telah meningkatkan nilai tambah hingga berkali kali lipat.
"Sehingga dengan kondisi yang demikian, tentu ada peluang ini juga bisa terjadi pada kebijakan pelarangan ekspor konsentrat tembaga yang lain," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/1/2023).
Meski begitu, hal tersebut lagi-lagi akan tergantung dari jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang kemudian akan ditambah serta juga produk turunan seperti apa yang dihasilkan dari kebijakan tersebut.
Menurut Yusuf, ketika pemerintah menutup keran ekspor, ada baiknya investasi di smelter kemudian digenjot lebih signifikan. Sehingga harapannya jumlah smelter menjadi bertambah dan bisa mengakomodir seluruh proses hilirisasi dari produk mineral mentah.
"Hanya, dalam jangka waktu yang pendek, diperlukan usaha yang ekstra untuk mencapai target 2023. Sehingga selain mempersiapkan insentif yang dibutuhkan agar smelter bisa segera beroperasi, perlu ada mitigasi jika target tidak tercapai, misalnya penundaan dalam jangka waktu tertentu," kata Yusuf kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/1/2023).
Pasalnya, apabila tidak ada back up plan supply dari bijih konsentrat, akan melebihi demandnya. Sehingga berpotensi menurunkan harga dan merugikan, tidak hanya bagi kinerja usaha di pertambangan namun juga ke pos penerimaan negara. "Hal ini yang kemudian bisa didefinisikan sebagai faktor minus dari kebijakan ini jika tidak dipersiapkan secara matang/rencana cadangan," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah perlu memperhitungkan kembali rencana pelarangan ekspor beberapa bahan mineral mentah pada 2023 mendatang. Utamanya adalah komoditas tembaga.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli memproyeksi pemerintah bakal memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga sampai 2024 mendatang. Hal tersebut menyusul progres pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) yang direncanakan akan rampung pada awal 2024.
Menurut Rizal jika pelarangan ekspor konsentrat tembaga tetap dilakukan pada Juni 2023, maka dampak yang akan ditanggung PTFI cukup besar. Apalagi Freeport saat ini sedang dalam masa ramp up (peningkatan) produksi di tambang bawah tanah yang sudah mulai berproduksi (Grasberg Block Cave).
"Maka yang akan terdampak adalah produksi PT Freeport Indonesia bisa terhenti karena produksi konsentratnya tidak bisa dikapalkan dan menumpuk di gudang," ujar Rizal kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/11/2022).
Di samping itu, saat ini hanya PT Smelting Gresik yang dapat mengolah konsentrat tembaga di dalam negeri dengan kapasitas 1 juta ton input per tahun dan rencana pengembangannya sebesar 300.000 ton per tahun. Praktis hanya 1,3 juta ton yang bisa diserap di dalam negeri nantinya. "Jika produksi konsentrat Freeport 3 juta ton per tahun, maka sisanya yang 1,7 juta ton tetap harus diekspor ke luar negeri," kata dia.
Ia menyadari pelarangan ekspor tembaga ke luar negeri tentu akan berdampak positif bagi Indonesia karena adanya peningkatan nilai tambah (PNT) di dalam negeri. Terutama penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa, PAD bagi daerah, multiplier effect, dan lainnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Puji Jokowi Saat Meresmikan Puluhan Proyek Listrik di Sumedang
