Parah! Kualitas Hidup Jakarta Sudah Buruk dari Zaman Kompeni

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
11 January 2023 16:05
cover insight, negara penguasa masa lalu
Foto: Cover Insight/ Negara Penguasa Masa Lalu/ Detikcom

Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini, Nambeo, data base pemeringkatan kota-kota di dunia merilis kota dengan kualitas hidup terbaik di dunia. Indikatornya adalah daya beli, polusi, biaya hidup, keselamatan, lalu lintas, iklim, keselamatan, dan kesehatan. Jakarta berada di peringkat 231 dari 242 kota, atau peringkat 12 terbawah. 

Rilis ini tidak mengejutkan. Buruknya kualitas di Jakarta sudah dirasakan sedari dulu, bahkan sejak zaman kompeni. 

Sejak didirikan pada 1619, Batavia dirancang sebagai kota berpenduduk sedikit. VOC bahkan memberlakukan kuota batas maksimal sekitar 10 ribu penduduk yang tinggal di Batavia. Ini dilakukan untuk mempertahankan kualitas hidup masyarakat.

Agar lebih nyaman, J.P Coen bahkan merancang Batavia layaknya kota-kota di Belanda. Ada gedung mewah, rumah khas Belanda, banyak pohon, dan sungai lengkap dengan perahu kecil. Berkat kebijakan ini Batavia lantas dijuluki Koningen van het Oosten atau Ratu dari Timur, saking indahnya.

Sebagai pusat administrasi dan ekonomi, Batavia dalam sekejap menjadi magnet masyarakat. Mereka berlomba-lomba ingin tinggal di sana. Situasi ini membuat VOC memperluas wilayahnya ke Barat, Timur, dan Selatan. Sayang, alih-alih membawa keuntungan, kedatangan para migran ini justru menjadi awal bencana di Batavia.

Sejak tahun 1680-an, Batavia menjadi sangat padat. Dalam catatan Hendrik E. Niemeijer dalam Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012), Batavia yang idealnya hanya dapat menampung 10 ribu orang, kini dihuni 15-20 ribu orang. Dampaknya membuat Batavia menjadi kelebihan penduduk, sehingga menimbulkan segudang masalah.

Belakangan, mereka berperilaku jorok karena kerap membuang sampah dan kotoran di sungai. Sungai yang semula jadi sumber air alami untuk hidup menjadi tidak bisa diakses. Alhasil, air bersih menjadi langka.

Tidak hanya itu, kotornya air sungai juga mengundang penyakit berbahaya. Nyamuk dan bakteri dapat tumbuh bebas. Muncullah penyakit endemik seperti DBD, malaria, dan kolera. Belum lagi, sungai yang kotor karena sampah membuat Batavia menjadi rentan banjir ketika hujan datang. 

Dalam buku Jakarta: Sejarah 400 Tahun (2011), masalah tersebut kian rumit ketika VOC sebagai pengurus administrasi kota tidak peduli terhadap situasi yang ada. Kongsi dagang Belanda itu malah semakin membabat habis lahan hijau dan memperbolehkan pabrik-pabrik berdiri. Masifnya pendirian pabrik membuat Batavia semakin kotor. Limbah industri mencemari air dan udara.

Akumulasi dampak dari semua ini membuat kualitas hidup masyarakat Batavia turun drastis. Banyak dari penduduk yang meninggal karena wabah penyakit. Seketika, julukan 'Ratu dari Timur' lenyap. Bagi mereka yang punya uang pindah kota adalah opsi terbaik. Namun, mereka yang miskin terpaksa berdiam diri dan beradaptasi dengan kotornya Batavia, yang tak berubah sampai sekarang.


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terpendam 100 Tahun Lebih, Harta Karun MRT Bernilai Tinggi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular