Sst! Ini Strategi Sri Mulyani Cs Kejar Target Pajak 2023

Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
Kamis, 05/01/2023 14:45 WIB
Foto: Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menghadapi sejumlah tantangan penerimaan pajak tahun ini. Pasalnya, kondisi pertumbuhan ekonomi domestik yang diperkirakan melambat dan adanya gejolak perekonomian global akan dapat berpengaruh terhadap target penerimaan negara.

Seperti diketahui, penerimaan pajak tahun 2023 ini ditargetkan sebesar Rp1.718 triliun, angka ini meningkat sekitar 16% dari target pada 2022 sebesar Rp1.485,0 triliun.

Oleh karena itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membeberkan sejumlah strategi yang digunakan DJP untuk menghadapi tantangan ini. Salah satunya, melakukan pendekatan kewilayahan untuk melaksanakan ekstensifikasi pajak.


"Jadi pendekatan yang sekarang diambil Ditjen Pajak Kementerian Keuangan adalah pendekatan kewilayahan untuk ekstensifikasi," terangnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/1/2023).

Mengutip Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 14/PJ/2019 tentang Tata Cara Eksktensifikasi Direktur Jenderal Pajak, ekstensifikasi adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak

terhadap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, namun belum mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

"Dua tahun terakhir penerimaan tercapai, hampir seluruh jenis pajak tumbuh. Tentu ini karena pengawasan yang baik di semua lini vertikal di kantor pajak dan dukungan koordinasi dengan lembaga-lembaga lain. Maka pada tahun ini kita pastikan pendekatan kewilayahan akan dilanjutkan," lanjutnya.

Untuk itu, di tahun ini lanjut Yustinus, pengawasan pajak akan diperketat dimana akan ada unit khusus yang bertugas mengawasi wajib pajak dan unit lainnya yang ditugaskan mengawasi kewilayahan.

"Desain kantor pajak juga disesuaikan, ada unit yang mengawasi wajib pajak strategis, ada unit yang mengawasi kewilayahan agar bisa mendeteksi secara lebih dini lebih awal dan lebih luas terkait dengan dinamika di lapangan," terangnya.

Selanjutnya, DJP akan mengkombinasikan program integrasi NIK dan NPWP dengan pendekatan kewilayahan. Seperti diketahui, saat ini DJP tengah melakukan proses pengintegrasian NIK menjadi NPWP, dan penggunaan NIK sebagai NPWP resmi akan dimulai pada 1 Januari 2024 mendatang.

"Harapannya ini (integrasi NIK dan NPWP) akan dikombinasikan dengan pendekatan kewilayahan sehingga memperluas basis pajak kita karena jumlah wajib pajak bertambah, objek pajak yg dihimpun juga akan semakin besar dan gilirannya penerimaan pajak juga akan bertambah. Begitu desain ekstensifikasi yg akan dilakukan di 2023," jelasnya.

Selain itu, di tahun ini DJP juga akan memaksimalkan Komite Kepatuhan yang bertugas untuk merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Melalui komite ini, ia mengatakan wajib pajak dipastikan akan mendapatkan pelayanan yang baik bahkan difasilitasi jika mengalami sengketa terkait pajak.

"Jadi dengan data-data yang ada, informasi ini ditindaklanjuti secara terukur dan mudah-mudahan ini juga menjadi kabar baik bagi wajib pajak karena tahun ini Ditjen Pajak menerapkan Komite Kepatuhan, ini semacam lembaga internal yang tugasnya memastikan seluruh proses dilakukan dengan tata kelola yang baik, tidak ada penyimpangan harmful kepada wajib pajak," paparnya.

"Dan sebaliknya difasilitasi jika ada dispute, ada sengketa ada yang tidak tepat dapat diselesaikan di komite ini. Jadi ini mitigasi antisipasi agar pemungutan pajak dilakukan secara kredibel, transparan, dan accountable," tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan saat ini DJP tengah membangun core tax system yakni sistem inti administrasi perpajakan yang akan mengintegrasikan seluruh fungsi dan aktivitas termasuk interkoneksi kolaborasi dengan berbagai lembaga seperti BPJS, samsat, dan lembaga lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghimpun data wajib pajak termasuk aktivitasnya.

"Ini harapannya akan menjadi semacam alat yang bisa digunakan untuk mengolah seluruh data dan aktivitas dengan lebih akurat dengan lebih baik," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mewanti-wanti DJP bahwa ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi menjadi 4,7% di tahun ini. Kondisi ini tentunya akan dapat berpengaruh terhadap target penerimaan negara.

"Tahun depan (2023), target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.718 Triliun, target yang dihitung dengan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan koreksi harga komoditas dan juga perlambatan pertumbuhan perekonomian di angka 4.7%. Ini sebuah tantangan bagi @ditjenpajakri," tulisnya dalam unggahan di akun resmi instagram @smindrawati, dikutip Senin (26/12/2022).


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Bantah Tagih Pajak Rp 2,9 M Ke Penjahit di Pekalongan