China & AS Bawa Kabar Buruk, RI Aman?

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
Rabu, 04/01/2023 08:10 WIB
Foto: AFP via Getty Images/SAUL LOEB

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman resesi menjadi menu pembuka tahun 2023 yang membuat dunia terguncang. Ramalan IMF mengenai kondisi ekonomi Amerika Serikat dan China membuat dunia harus siaga.

Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan peringatan baru terkait ekonomi global pada 2023. Kondisi global diyakini akan lebih sulit dibandingkan dengan 2022.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan untuk sebagian besar ekonomi global, 2023 akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa, dan China - semuanya mengalami aktivitas yang melemah.


"Tahun baru akan menjadi lebih sulit daripada tahun yang kita tinggalkan. Mengapa? Karena tiga ekonomi besar - AS, UE, dan China - semuanya melambat secara bersamaan," tuturnya kepada CBS, dilansir oleh Reuters, Rabu (4/1/2023).

Tahun lalu, IMF memangkas prospeknya untuk pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 menjadi 2,7%. Pemangkasan ini dipicu oleh terus berlanjut dari perang di Ukraina, tekanan inflasi dan suku bunga tinggi.

Pada 2023, IMF memperkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi. "Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi. Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," kata Georgieva dalam program berita CBS Face the Nation.

Dikutip dari BBC, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) untuk bulan Desember menunjukkan bahwa aktivitas pabrik China menyusut selama tiga bulan berturut-turut dan pada tingkat tercepat dalam hampir tiga tahun karena infeksi virus corona menyebar di pabrik-pabrik negara tersebut.

Pada bulan yang sama harga rumah di 100 kota turun selama enam bulan berturut-turut, menurut survei oleh salah satu firma riset properti independen terbesar di negara itu, China Index Academy.

Minggu lalu, dalam komentar publik pertamanya sejak perubahan kebijakan, Presiden China Xi Jinping menyerukan lebih banyak upaya dan persatuan saat China memasuki apa yang disebutnya sebagai "fase baru".

Di sisi lain, penurunan ekonomi AS juga berarti berkurangnya permintaan untuk produk yang dibuat di China dan negara Asia lainnya termasuk Thailand dan Vietnam. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh.

Sebagai catatan, suku bunga yang lebih tinggi juga membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal. Dengan kedua alasan ini, perusahaan - baik di China dan AS, mungkin memilih untuk tidak berinvestasi tahun ini.

Kemudian, dampaknya di pasar keuangan akan terasa. Kurangnya pertumbuhan dapat memicu investor untuk menarik uang keluar dari ekonomi sehingga negara-negara, terutama yang lebih miskin, memiliki lebih sedikit cadangan kas untuk membayar impor penting seperti makanan dan energi.

Dalam pelambatan semacam ini, mata uang di banyak negara dapat kehilangan nilainya terhadap mata uang ekonomi maju. Ini artinya masalah bagi pasar negara berkembang termasuk Indonesia.

Selain itu, dampak suku bunga yang lebih tinggi terhadap pinjaman juga mempengaruhi ekonomi di tingkat pemerintah - terutama pasar negara berkembang, yang mungkin kesulitan untuk membayar kembali utangnya.

Kondisi Indonesia

Presiden Joko Widodo atau Jokowi berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5% pada tahun depan, meski sejumlah lembaga memperkirakan ekonomi domestik berpotensi tumbuh di bawah angka tersebut.

"Saya melihat ingin agar optimisme kembali di 2023, karena di tahun 2022 juga bukan tahun yang tidak mudah, sebelumnya juga jauh dari kemudahan sehingga kita harapkan di tahun 2023 ada optimisme karena PPKM sudah dicabut," kata Jokowi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di kisaran 5,1-5,3% dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo lebih pesimis di kisaran 4,7-5,5%.

Kendati demikian, Jokowi melihat tahun 2023 belum menjadi tahun yang mudah bagi Indonesia. Bahkan, dia menyebut masih menjadi tahun ujian.

"Kalau kita melihat secara global tahun 2022 ini tahun turbulensi, tahun 2023 ini adalah tahun ujian. Kalau kita bisa melewati turbulensi kemarin di 2022, kita harapkan di tahun 2023 ini tahun ujian ini dilewati, Insya Allah lebih mudah di tahun 2024," kata Jokowi.

Dia berharap adanya optimisme di tahun 2023. Terlebih karena aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah dicabut.

Sementara itu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mmelihat turunnya inflasi AS ke level 7,1% pada Desember 2022 sebagai sentimen positif.

Rendahnya inflasi, akan mempengaruhi kebijakan moneter AS. Bank Sentral Federal Reserve (the Fed) diperkirakan lebih santai dalam menaikkan suku bunga acuan.

Hal ini memberikan sentimen positif bagi dunia. Gejolak yang terjadi di pasar keuangan tidak begitu besar dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan bagi Indonesia sendiri, aliran modal ke pasar obligasi mulai masuk (inflow).

Meskipun bagi Sri Mulyani situasi tersebut masih harus diwaspadai, mengingat sumber masalah belum terselesaikan. Masalah tersebut adalah Covid-19 dan perang Rusia dan Ukraina.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 3%