
Pemerintah Bakal Batasi LPG 3 Kg, Solusi atau Masalah Baru?

Menakar Ketepatan Kebijakan
Pemerintah berencana menerapkan mewajibkan membeli gas LPG 3 kg dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dengan ini data pengguna bisa terbaca dan terlihat mana yang 'berhak' bisa membeli gas bersubsidi tersebut.
Lagi-lagi Ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Upaya agar tepat sasaran yang tengah diusahakan pemerintah memang baik tetapi apakah pemerintah memikirkan bagaimana implementasinya di lapangan? Terlebih di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, subsidi energi hanya diberikan kepada golongan masyarakat miskin. Sedangkan mengacu Peraturan Presiden (Perpres) 104/20227, subsidi elpiji tabung 3 kg diberikan kepada rumah tangga dan usaha mikro.
Beleid yang mengatur penyaluran elpiji 3 kg tersebut perlu penyempurnaan agar bisa tepat sasaran. Seperti pada Perpres 104/2007, regulasi ini belum mengatur perihal pembatasan golongan rumah tangga yang miskin dan rentan.
Alih-alih tepat sasaran namun malah kebijakan ini justru akan menyulitkan masyarakat di lapangan jika kebijakan belum matang.
Di sisi lain, dengan adanya kebijakan ini pastinya pengecer gas LPG semakin terbatas. Dengan sistem pendataan ini, kemungkinan penjualan gas LPG 3kg tidak akan sebebas saat ini, dijual di pengecer sampai pelosok gang-gang perkotaan.
Selanjutnya, gas LPG 3kh kemungkinannya hanya bisa dibeli melalui sub penyalur dengan pembeli yang membawa KTP. Muncul lah masalah baru terkait akses nantinya, karena bisa jadi membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar.
Pada dasarnya kebijakan pembatasan pembelian LPG 3 kg ini sebenarnya bagus. Namun, jika kebijakan ini mau berjalan dengan efektif, mekanismenya memang harus diperhatikan betul oleh pemerintah. Digitalisasi memang memudahkan semuanya, namun pertanyaannya apakah orang di desa paham dan punya akses untuk hal tersebut?
Di sisi lain, perlu diantisipasi bahwa subsidi barang akan lebih mudah diselewengkan dibandingkan subsidi kepada orang, dalam hal ini upaya untuk memberlakukan subsidi tertutup untuk LPG 3 kg akan sulit tepat sasaran.
Apalagi, sejak awal pindah dari minyak tanah ke gas, memang LPG 3 kg disubsidi sehingga mendistorasi harga. Belakangan, karena kelangkaan dan harga yang fluktuatif, gap harga antara gas subsidi dan non-subsidi terlalu jauh.
Karena itu, saat ini PPN masih melakukan pilot project yang harapannya benar untuk mengetahui celah-celah kebocoran, kecurangan, termasuk skema bagaimana ini benar-benar bisa tetap sasaran seperti tujuannya diawal.
Harapannya pemerintah bisa punya data valid terkait orang miskin. Sehingga jangan sampai kebijakan yang ingin menyehatkan APBN tersebut justru membawa semakin banyak orang jatuh ke jurang kemiskinan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)