
Pemerintah Bakal Batasi LPG 3 Kg, Solusi atau Masalah Baru?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2023 menjadi komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan rencananya memperbaiki skema penyaluran LPG 3 kg. Ini dilakukan agar konsumsinya bisa tepat sasaran bagi masyarakat miskin.
Pemberian subsidi akan diarahkan menjadi berbasis penerima, berbeda dari selama ini yang berbasis barang. Rencana kebijakan distribusi elpiji 3 kg bersubsidi tersebut tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023.
"Arah kebijakan subsidi energi pada tahun 2023 akan melanjutkan transformasi subsidi elpiji 3 kg menjadi berbasis target penerima melalui integrasi dengan bantuan sosial," tulis KEM PPKF yang diterbitkan Kemenkeu Desember 2022 lalu.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 ada 82% rumah tangga di Indonesia yang menggunakan LPGĀ sebagai bahan bakar utama untuk memasak. Persentase itu mencakup rumah tangga yang menggunakan LPG tabung 3 kg, 5,5 kg, dan 12 kg.
Proporsi rumah tangga konsumen LPG terbesar pada 2021 berada di Sumatra Selatan, Kep. Bangka Belitung, Bengkulu, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, dan Gorontalo. Di 10 provinsi ini ada lebih dari 90% rumah tangga yang menggunakanLPG.
Sementara itu proporsi terkecil berada di Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Persentase rumah tangga konsumen LPG di 5 provinsi tersebut hanya berkisar 1%-5% seperti terlihat pada grafik.
Transformasi subsidi elpiji 3 kg dilakukan untuk memperbaiki ketepatan sasaran dengan membatasi golongan masyarakat yang bisa mengonsumsinya, sehingga hanya masyarakat miskin yang menikmati. Ini sejalan dengan ketentuan pemberian subsidi dalam UU Energi Nomor 30 tahun 2007.
Selain masyarakat miskin, mengacu pada Perpres Nomor 104 tahun 2007, subsidi elpiji 3 kg juga diberikan pada golongan rumah tangga dan usaha mikro. Serta berdasarkan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, elpiji bersubsidi itu juga bisa dinikmati oleh nelayan dan petani kecil.
Tahapan pertama dalam program gas yang dikenal dengan sebutan melon ini merupakan registrasi mandiri oleh semua masyarakat yang menggunakannya. Semua yang melakukan registrasi masih tetap bisa membeli gas elpiji 3 kg sampai pemerintah melakukan penyortiran data.
Kementerian ESDM dan pertamina akan melakukan penyortiran data salah satunya dengan sinkronisasi data pembeli yang telah melakukan registrasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Esktrem (PPKE).
Selanjutnya, orang yang sudah masuk dalam DRKS dan PPKE adalah mereka yang dianggap miskin dan selama ini menjadi sasaran penerima bantuan sosial.
Baca Halaman Selanjutnya >>> Kalau Kebijakan Belum Matang, Bisa Muncul Masalah Baru
