CNBC Insight

Kerja Kontrak-Outsourcing: Dulu Belanda, Dilanjutkan Megawati

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
03 January 2023 11:05
Cover Topik, Fokus CNBC Indonesia Insight
Foto: Cover Topik/ CNBC Indonesia Insight/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Di penghujung tahun 2022, pemerintah secara mendadak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Artinya, keberadaan produk hukum ini membuat seluruh aturan yang ada resmi berlaku setelah beberapa bulan sebelumnya sempat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Terbitnya Perpu ini jelas menuai polemik.

Salah satu yang paling disorot adalah ihwal sistem outsourcing karena dianggap membolehkan perbudakan modern. 

Outsourcing berasal dari bahasa Inggris berarti "alih daya". Sesuai artinya, maka outsourcing adalah pemindahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Pemindahan itu dibarengi pula oleh adanya kerja kontrak oleh perusahaan penyedia ke penerima jasa.

Mengacu pada arti tersebut, awal mula kerja kontrak di Indonesia dapat dilacak sejak masa penjajahan Belanda. Menurut M. C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1994), pemerintah kolonial dalam mengeksploitasi kekayaan alam lazim menggunakan kuli dari penduduk pribumi. Kuli-kuli bekerja sesuai kontrak dengan pengusaha perkebunan. Namun, sistem seperti ini tidak memperdulikan nasib para kuli. Mereka hanya diambil tenaganya saja tanpa mendapat imbalan setimpal.

Sejak merdeka, penggunaan sistem ini tidak lagi digunakan secara luas. Sampai akhirnya, pada tahun 1990-an ada beberapa perusahaan yang kembali menerapkan sistem outsourcing. Kala itu ada pandangan kalau outsourcing mampu menjaga ekonomi pasar bebas. Para pengusaha dan ekonom percaya kalau sistem outsourcing mampu menciptakan insentif bagi bisnis dan memungkinkan para perusahaan untuk mengalokasikan tenaga kerja di tempat yang dinilai paling efektif. 

Praktik outsourcing di Indonesia di satu sisi sudah meluas dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha. Namun, di sisi lain tidak ada regulasi untuk mengatur sistem yang sudah berjalan itu. Menurut Asep Ahmad Saefuloh dalam "Kebijakan Outsourcing di Indonesia: Perkembangan dan Permasalahan" (Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 2011), urgensi aturan ini semakin meningkat usai krisis ekonomi 1998. Krisis itu membuat banyak penduduk yang menganggur. Untuk mengatasinya dibuatlah aturan outsourcing untuk menyerap tenaga kerja.

Akhirnya pada tahun 2003, Presiden Megawati resmi menandatangani UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam beleid aturan, terdapat pengaturan sistem outsourcing secara terbatas, untuk sektor tertentu saja yang diatur oleh peraturan menteri ketenagakerjaan. Salah satunya kewajiban mendaftarkan pegawai outsourcing kepada dinas tenaga kerja.

Sejak saat itulah sistem outsourcing lazim dikenal di Indonesia. Belakangan, seiring penerapannya diketahui kalau sistem ini menguntungkan pelaku usaha dan merugikan pekerja. Masih mengutip Asep, sistem ini banyak mengandung diskriminasi, terutama soal upah. Upahnya tidak sesuai dengan jam kerja. Mereka pun tidak memiliki jaminan kerja yang pasti. Mereka rentan diberhentikan tanpa adanya pemberitahuan dan pesangon. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perpu Cipta Kerja Atur Lagi Soal Outsourcing, Begini Isinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular