
Ramai-ramai Warga China Mau Kabur, Kenapa Nih Xi Jinping?

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Negara China tiba-tiba menyerbu tiket pesawat untuk 'minggat' ke luar negeri. Hal ini terjadi menyusul pelonggaran protokol Covid-19 yang saat ini diberlakukan oleh Pemerintah Presiden Xi Jinping.
Dilansir dari The Guardian Jumat (30/12/2022), terdapat lonjakan yang signifikan terhadap pembelian tiket pesawat ke luar Negeri Tirai Bambu tersebut. Hal tersebut terbukti dari situs pemesanan tiket pesawat online yang mengalami lonjakan pengunjung yang besar.
Menurut data dari platform perjalanan Cina Ctrip, pencarian untuk tujuan lintas batas populer telah meningkat 10 kali lipat dalam waktu setengah jam setelah berita karantina dilonggarkan Senin. Makau, Hong Kong, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan (Korsel) adalah tujuan yang paling dicari.
Tak hanya dari China Trip, laporan dari Trip.com juga menunjukkan pemesanan penerbangan keluar negeri naik 254% pada Selasa pagi, bila dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Namun demikian, sejumlah negara memperketat pintu masuknya bagi warga yang datang dari China. Hal ini dilakukan sebagai respons dari pelonggaran Covid-19 dan melonjaknya kasus di China.
Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Jepang mulai Jumat (30/12/2022) kemarin, telah mewajibkan seluruh pelancong dari China untuk menjalani tes Covid-19 saat tiba di negara itu. Mereka yang dites positif harus dikarantina hingga tujuh hari.
Perdana Menteri (PM) Jepang, Fumio Kishida, mengatakan bahwa negaranya akan mewajibkan tes Covid untuk semua pengunjung dari China sebagai tindakan darurat sementara mulai hari Jumat. Ia juga berencana membatasi maskapai yang meningkatkan penerbangan ke China.
"Ada kekhawatiran yang berkembang di Jepang. Kami telah memutuskan untuk mengambil tindakan khusus sementara untuk menanggapi situasi tersebut," kata Kishida dalam konferensi persnya, melansir Guardians, dikutip Sabtu (31/12/2022).
Tak hanya Jepang, Amerika Serikat (AS) beserta Taiwan, India, dan Italia juga memberlakukan hal serupa. Khusus AS, Washington merasa bahwa Beijing tidak cukup transparan dalam merilis data terkait perkembangan kasus Covid-19 di wilayahnya.
Adapun, Taiwan juga mengatakan orang-orang yang tiba dari China harus menjalani tes Covid pada saat kedatangan dari 1 Januari hingga 31 Januari. Mereka yang dinyatakan positif akan dapat mengisolasi diri di rumah
India pun menerapkan kewajiban sama, di mana penumpang asal China harus menunjukkan tes Covid negatif sebelum tiba. Malaysia juga telah menerapkan langkah-langkah pelacakan dan pengawasan tambahan bagi penumpang asal Negeri Xi Jinping.
Tak hanya di Asia, Amerika Serikat (AS) juga mengambil langkah serupa mulai 5 Januari mendatang untuk pelancong dari China, Hong Kong, dan Macau. Washington juga menyebut bahwa Beijing tidak cukup transparan dalam merilis data terkait perkembangan kasus Covid-19 di wilayahnya.
"Ini diperlukan untuk membantu memperlambat penyebaran virus saat kami berupaya mengidentifikasi potensi varian baru yang mungkin muncul," tulis keterangan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS yang diberitakan BBC News.
Namun dalam merespons langkah preventif beberapa negara tersebut, Kementerian Luar Negeri China mengatakan pada hari Rabu bahwa saat ini perkembangan situasi epidemi di negara itu secara keseluruhan dapat diprediksi dan terkendali.
Lembaga diplomat resmi itu juga menyatakan aturan terkait virus corona hanya boleh diberlakukan atas dasar ilmiah. "Media dan negara-negara Barat membesar-besarkan situasi tersebut (Covid China)," ujar kementerian itu.
Dari masyarakat, beberapa warga bereaksi dengan marah di media sosial China. Ada yang menyatakan bahwa ini merupakan bentuk diskriminasi dan rasisme. "Saya pikir semua negara asing telah terbuka. Bukankah ini rasisme?," tulis satu komentar yang disukai 3.000 kali di akun media sosial China, Weibo.
Sebelumnya, Beijing mengumumkan mengakhiri karantina untuk kedatangan per 8 Januari mendatang. Ini secara efektif membuka kembali perjalanan masuk dan keluar negara untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
Saat ini, China melaporkan sekitar 5.000 kasus per hari. Walau begitu, analis mengatakan jumlah tersebut sangat kurang dihitung dan beban kasus harian mungkin mendekati satu juta.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tok! Maroko Resmi Tolak Masuk Pelacong Asal China