Ada Ketidakpastian Global, Airlangga Tekankan 3 Hal Ini

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Jumat, 30/12/2022 08:00 WIB
Foto: dok Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto

Jakarta, CNBC Indonesia- Kondisi perekonomian dunia saat ini masih dibayangi dengan ketidakpastian serta ancaman resesi global pada 2023. Hal ini dipengaruhi oleh belum berakhirnya pandemi Covid-19, eskalasi konflik geopolitik, tekanan inflasi, pengetatan likuiditas global, serta dampak perubahan iklim.

Berbagai skenario dari lembaga internasional juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi pada kisaran 2,8%-3,2% (yoy) untuk tahun 2022 dan kembali terkoreksi pada kisaran 2,3%-2,8% (yoy) untuk tahun 2023.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap mampu mencatatkan kinerja impresif hingga triwulan III-2022, yakni sebesar 5,72% (yoy) atau 1,81% (qtq). Kondisi ini ditunjang dengan pulihnya berbagai sektor utama serta kinerja leading indicators, baik konsumsi maupun produksi, yang masih tumbuh positif dan lebih baik dibanding beberapa negara lain.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat untuk optimis menghadapi ekonomi ke depan. Menurut dia, potensi besar Indonesia dalam sumber daya alam, sumber daya manusia, pasar Indonesia dan ASEAN, serta letak strategis Indonesia merupakan bekal penting dalam membangun strategi ekonomi negara.

"Saya mau garis bawahi bahwa sebetulnya mengorkestrasi ekonomi Indonesia adalah stabilisasi fiskal, moneter, dan sektor riil. Jadi kalau tiga itu bisa semuanya dalam harmoni, ekonomi kita akan tahan," ungkap dia dalam siaran pers, Jumat (30/12/2022).

Dia menjelaskan neraca Perdagangan Indonesia yang surplus selama 30 bulan berturut-turut tetap perlu diwaspadai karena sangat bergantung pada tingkat permintaan global dan harga komoditas ekspor ke depan. Kondisi perekonomian di China dan negara-negara Eropa saat ini juga menjadi hal yang harus terus mendapatkan perhatian.

Adapun kondisi inflasi yang sempat dipicu oleh kenaikan harga BBM di September lalu relatif terkendali dan turun menjadi 5,42% di November. Tingkat inflasi Indonesia juga terhitung lebih baik dari banyak negara lainnya, seperti United Kingdom (11,1%), Uni Eropa (10%), dan Amerika Serikat (7,7%).

"Artinya dengan tantangan yang sama, Indonesia bisa mengelola lebih baik angka-angka tersebut, walaupun di Indonesia kenaikan harga energi 'dibeli' oleh Pemerintah. Yang di-past through ke publik itu terbatas," ujar Airlangga.

Airlangga juga mendorong agar target investasi senilai Rp 1.400 triliun pada tahun depan dapat direalisasikan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Apalagi saat ini mendapat tekanan dari adanya depresiasi rupiah terhadap dollar AS, kenaikan suku bunga di negara maju, dan perlambatan pertumbuhan pada sektor manufaktur.

Dengan berbagai kondisi perekonomian global tersebut, kata dia, pemerintah merespons dengan berbagai kebijakan secara terukur dan penuh kehati-hatian. Di antaranya melakukan restrukturisasi kredit bagi UMKM, penyesuaian tingkat upah pekerja, serta melanjutkan reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja.

"Tentu bagi pengusaha salah satu cara mencari jalan keluar adalah melakukan peningkatan produktivitas. Kalau produktivitas dan efisiensi ditingkatkan, tentu kenaikan dari upah ini bisa dikompensasi. Dan ingat, kenaikan upah ini yang pertama dari 3 tahun, tidak terjadi dalam 2 tahun terakhir. Sehingga tentunya ini sudah waktunya. Tenaga kerja harus kita apresiasi karena sudah berjuang bersama dan sudah mempunyai punya resiliensi yang tinggi," pungkas dia.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Video: UMKM Online di Bawah 500 Juta Bebas Pajak