Demi Keadilan! Jokowi Naikkan Tarif Listrik Orang Kaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Masih ingat? Pemerintah resmi menaikkan tarif listrik golongan orang kaya atau tarif listrik non subsidi per 1 Juli 2022. Kebijakan kenaikan tarif listrik itu masuk ke dalam rentetan peristiwa besar di tahun 2022 ini.
Kenaikan tarif listrik untuk golongan orang-orang kaya ini dinilai demi keadilan. Karena pada pertengahan tahun itu, Indonesia ikut terdampak gejolak global akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan tingginya harga komoditas minyak mentah dunia berefek juga pada runtuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Maklum, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik setidaknya dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, bahan bakar khususnya minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang harganya ikut terpengaruh harga minyak mentah dunia yang naik hingga di atas US$ 100 per barel. Kedua, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketiga, inflasi dan depresisasi.
Kenaikan tarif listrik untuk golongan orang-orang kaya pada Juli 2022 ini baru dilakukan lagi oleh pemerintah sejak tahun 2017. Saat ini tercatat, Indonesia memiliki sebanyak 38 golongan pelanggan listrik. Yang masuk ke dalam golongan subsidi sebanyak 25 golongan dan 13 golongan diantaranya adalah non subsidi.
Itu artinya, ada sebanyak 13 golongan yang mengalami kenaikan harga, diantaranya R2: 3.500 VA - 5.500 VA, R3: 6.6000 VA, 200 KVA. P1: 6.600 VA - 200 KvA dan P3 serta P2: 200 KVA
Sementara itu, pemerintah sampai saat ini masih menahan 25 golongan yang masuk dalam golongan subsidi untuk tarifnya tidak dinaikkan. "Jadi kita fokus ke 13 golongan yang non subsidi. Di antaranya dengan berbagai pertimbangan dan rangkaian rakor antara Kementerian Lembaga maka kita putuskan mana yang dibutuhkan koreksi kebijakan sebelumnya," kata Rida Mulyana yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Bersamaan dengan itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan penyesuaian tarif listrik itu dilakukan untuk mewujudkan tarif listrik yang berkeadilan di mana kompensasi diberikan kepada masyarakat yang berhak, sementara masyarakat mampu membayar tarif listrik sesuai keekonomian.
"Penerapan kompensasi dikembalikan pada filosofi bantuan pemerintah, yaitu ditujukan bagi keluarga tidak mampu. Ini bukan kenaikan tarif. Ini adalah adjustment, di mana bantuan atau kompensasi harus diterima oleh keluarga yang memang berhak menerimanya," kata Darmawan.
Dia mengungkapkan, sejak tahun 2017, tidak pernah ada kenaikan tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan. Untuk menjaga tidak ada kenaikan tarif listrik, pemerintah telah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp94,17 triliun sejak tahun 2017 hingga 2021.
Dalam proses pelaksanaannya, lanjut dia, kelompok masyarakat mampu yaitu pelanggan rumah tangga 3.500 VA ke atas ikut menerima kompensasi dalam jumlah relatif besar. Sepanjang tahun 2017 - 2021, total kompensasi untuk kategori pelanggan tersebut mencapai Rp 4 triliun.
"Apalagi pada tahun ini kita menghadapi gejolak global yang mengakibatkan kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 1, berakibat kenaikan BPP sebesar Rp 500 miliar. Sehingga pada tahun 2022 saja, diproyeksikan Pemerintah perlu menyiapkan kompensasi sebesar Rp 65,9 triliun," ungkap dia.
Dengan adanya penyesuaian tarif, pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas (316 ribu pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kilo Watt hour (kWh) menjadi Rp 1.699,53 per kWh.
Sedangkan pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilo Volt Ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Sementara pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp 1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.
(pgr/pgr)