Big Stories 2022

Penuh Harap Bangkitkan 'Sang Pahlawan' Ekonomi: UMKM RI

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
28 December 2022 10:45
BRI
Foto: Dok BRI

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejarah mencatat bahwa UMKM dapat bertahan pada krisis 1998. Namun, pada krisis pandemi lalu, UMKM jatuh tersungkur. Tentu, hal ini karena perbedaan akar krisis. Seiring dengan momen pemulihan di tahun ini, berbagai stimulus tentunya telah dilakukan pemerintah.

Pasalnya, krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 membuat mobilitas masyarakat terbatas, sehingga berdampak terhadap kegiatan usaha, termasuk UMKM.

Jika melihat data survei dari UNDP dan LPEM UI yang melibatkan 1.180 responden para pelaku UMKM diperoleh hasil bahwa pada masa itu lebih dari 48% UMKM mengalami masalah bahan baku, 77% pendapatannya menurun, 88% UMKM mengalami penurunan permintaan produk, dan bahkan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset.

Menimbang peran UMKM yang begitu besar, berbagai stimulus digelontorkan pemerintah agar UMKM dapat survive hingga pada akhirnya dapat bangkit kembali dan melakukan ekspansi. Salah satunya dengan memberikan bantuan dana bergulir di berbagai kementerian, bantuan dana dari BUMN, dan memberikan kredit ber subsidi (Kredit Usaha Rakyat/KUR).

Stimulus Bagi UMKM

Untuk membantu ketangguhan UMKM, kebijakan strategis yang diterapkan Pemerintah di antaranya yaitu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, maupun program Bangga Buatan Indonesia (BBI).

Program PEN sendiri mencakup program Dukungan UMKM, di antaranya di bidang pembiayaan KUR pada masa pandemi, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Bunga/Margin Non-KUR, Penempatan Dana/Penempatan Uang Negara, Penjaminan Kredit UMKM, Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM Ditanggung Pemerintah, serta Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (BTPKLWN).

Untuk diketahui, saat itu kredit perbankan meningkat sebesar 0,5% (year on year) pada Juni 2021, meneruskan tren perbaikan selama beberapa bulan terakhir seiring berjalannya stimulus pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan otoritas terkait. Ragam strategi dan langkah dijalankan demi membantu sang pahlawan ekonomi.

Selaras dengan kebijakan yang sudah dijalankan, Bank Indonesia juga berkontribusi mendorong tumbuh kembang UMKM melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 Tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah, yang dikeluarkan Bank Indonesia pada 31 Agustus 2021.

Peraturan ini bertujuan mendorong inklusi keuangan/ perbankan yang ditandai oleh meningkatnya penyaluran kredit kepada UMKM oleh perbankan.

Melalui PBI Nomor 23/13/ PBI/2021, BI mewajibkan bank memenuhi Rasio Pembiayaan In klusif Makroprudensial dengan ke tentuan paling sedikit 20% pada posisi akhir Juni 2022, lalu paling sedikit sebesar 25% pada posisi akhir Juni 202, dan paling sedikit sebesar 30% sejak posisi akhir Juni 2024.

Untuk memenuhi rasio tersebut, bank memberikan pembiayaan inklusif berupa pemberian kredit (kepada UMKM, Koperasi dan atau PBR) atau pembiayaan secara langsung dan rantai pasok, pemberian kredit atau pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum, dan/atau badan usa ha; pembelian SBPI atau pembiayaan inklusif lainnya yang ditetapkan oleh BI.

BI juga menerapkan sanksi kepada bank apabila tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut, seperti sanksi administratif berupa teguran dan denda. BI telah menunjukkan itikad baiknya dalam mendorong tumbuh kembangnya UMKM di Indonesia. Hanya saja, sejauhmana aturan ini akan efektif?

Memang, perlu dipertimbangkan opsi lain untuk mendorong penyaluran kredit UMKM. BI dapat memberikan insentif dan disinsentif dari monetary tools bank sentral. Untuk bank yang mencapai penyaluran kredit UMKM, BI memberikan insentif penurunan Giro Wajib Mi nimum (GWM). Sedangkan yang tidak mencapai, dikenakan disinsentif kenaikan GWM.

Adapun untuk penyaluran kreditnya sendiri bisa diperluas tidak hanya memperhitungkan pembiayaan langsung, tetapi juga mekanisme rantai pasok. Penyaluran kredit kepada usaha-usaha yang berperan dalam rantai pasok UMKM diperhitungkan sebagai kredit UMKM.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Tahun 2022 Momen Pulihnya UMKM

Tahun 2022 Momen Pulihnya UMKM

Dalam upaya membangun ekonomi kerakyatan, Jokowi telah memberikan arahan untuk melakukan pengembangan UMKM Naik Kelas dan Modernisasi Koperasi. Peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha.

Kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%, dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank.

Hambatan pembiayaan yang dialami UMKM menjadi landasan bagi Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), Mekaar PNM, Bank Wakaf Mikro, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Skema pembiayaan ini dapat diakses UMKM sesuai kelasnya seiring dengan berkembangnya tingkat bisnis UMKM. Sejak 19 Januari 2022, skema KUR terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan.

Perkembangan Kredit UMKM sendiri terus meningkat dan NPL terus terjaga stabil. Kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp1.275,03 triliun atau tumbuh 16,75% (yoy). NPL tetap terjaga pada kisaran 4%, di mana posisi terakhir pada April 2022 NPL tercatat mencapai 4,38%, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di 4,41%.

Namun, kenaikan tersebut dinilai masih jauh dibandingkan beberapa negara lain. Oleh sebab itu, pemerintah terus menargetkan kontribusi ekspor UMKM diharapkan meningkat menjadi 17% di 2024.

Seiring dengan momen pemulihan juga, pemerintah juga menargetkan agar ada 30 juta UMKM yang go digital di 2024. Hasil akhir yang diharapkan tak hanya mereka masuk platform digital, namun juga akan berhasil menjadi pemain global dan berorientasi ekspor.

Jumlah kontribusi ekspor UMKM naik dari 14,37% pada 2020 menjadi 15,69% pada 2021. Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing UKM yakni dengan memanfaatkan peluang integrasinya ke dalam pasar global melalui Global Value Chain (GVC) maupun Global E-Commerce (GEC).

Integrasi UKM ke dalam GVC dapat dilakukan dalam bentuk ekspor tidak langsung melalui agregator domestik maupun perusahaan afiliasi asing.

Dengan demikian, tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular