Pabrik Tekstil Megap-megap & PHK Massal, Ini Biang Keroknya

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
27 December 2022 15:12
Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)
Foto: Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) industri tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk baju di dalam negeri masih akan mengalami tantangan hingga tahun 2023 mendatang. Di mana, sejak pertengahan tahun 2022, industri ini mengalami guncangan begitu kuat hingga memicu badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Asosiasi industri tekstil dari ke hilir telah berulang kali 'berteriak', meminta bantuan ke pemerintah menyusul melambatnya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor utama TPT Indonesia. Seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Akibatnya, permintaan dari kedua negara itu dilaporkan ambruk 20-30% dan diprediksi bisa sampai 50% tahun depan.

"Saya pikir setiap periode setiap saat semua punya masalah. Industri tekstil masalahnya beda dengan pakaian jadi, beda dengan industri alas kaki," kata Plt. Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2022 dan Seminar Outlook Industri 2023, Selasa (27/12/22).

Ia mengakui, gelombang PHK yang melanda industri ini, namun perlu ada verifikasi lebih lanjut mengenai angka detil jumlah karyawan yang terkena PHK.

"Kita bicara data dan kenyataan setelah kami cek benar ada. Yang namanya PHK ada, ini terkait data autentik yang perlu kita selaraskan, ini juga perlu dipastikan berapa yang dikategorikan PHK, dirumahkan maupun sementara," kata Ignatius.

Demi menyelesaikannya, ujar dia, Kemenperin sudah mengeluarkan keputusan Menteri Perindustrian (Menperin) terkait penanganan industri TPT. Yaitu, membentuk Satgas untuk inventarisasi masalah-masalah yang di sektor TPT dan alas kaki. Salah satu yang paling terlihat adalah penurunan permintaan ekspor dari pasar internasional.

"Dan beberapa stagflasi di dalam konteks ekonomi bahwa harga-harga barang melambung tinggi dan banyak pengangguran di seluruh dunia. Kita secara kebijakan eksternal pasti kita ingin pastikan bahwa pasar-pasar yang melemah itu betul-betul dikalkulasi lagi ordernya," ujar Ignatius.

"Dan kita lihat dari potensi masuknya barang-barang China ke Indonesia. Yang utama pasti kita mau jaga pasar kita dalam negeri supaya kita sebagai bangsa yang berdaulat kita bisa berikan yang terbaik," lanjutnya.

Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, pemangkasan pekerja di pabrik tekstil dan produk tekstil bisa mencapai 500 ribu orang.

Menurut Redma, hal itu dipicu perlambatan ekspor yang menekan utilisasi pabrik, hingga efek domino gempuran produk impor di dalam negeri.

"Kalau ekspor yang lagi anjlok kita nggak bisa berbuat apa-apa. Tapi, ini di dalam negeri kita, kan seharusnya bisa kita kontrol. Kalau pemerintah tak segera menangani kondisi ini, masih membiarkan serbuan impor, sampai kuartal pertama tahun depan, PHK di industri TPT bisa mencapai 500 ribu orang, hulu ke hilir," kata Redma.

"Anehnya, pejabat kita lagi-lagi nggak percaya. Padahal tinggal cek saja konsumsi listrik dan BPJS," tukas Redma.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! Tanda-tanda PHK Massal, Pengusaha Rumahkan Karyawan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular