Top! Aksi Jokowi Ini Bisa Angkat Derajat RI Jadi Negara Maju

pgr, CNBC Indonesia
26 December 2022 18:05
Presiden Joko Widodo dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)
Foto: Presiden Joko Widodo dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki peluang emas menjadi negara maju lantaran memiliki komoditas-komoditas hulu yang berguna untuk pengembangan industri hilir di dalam negeri. Komoditas itu diantaranya adalah bauksit, nikel, tembaga hingga batu bara.

Pemerintah Indonesia khususnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kerap menelurkan aksi-aksi yang mampu mendorong terciptanya nilai tambah di Indonesia.

Yang terbaru misalnya, Presiden Jokowi resmi melarang kegiatan ekspor bijih bauksit ke luar negeri dimulai pada Juni 2023 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Tahun 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Melalui pelarangan ekspor bauksit, Indonesia memiliki kesempatan membangun Industri hilir dengan nilai tambah yang fantastis. Asal tahu saja, produksi bijih bauksit Indonesia mencapai sekitar 40-an juta ton per tahun, di mana saat ini baru 6 juta ton digunakan untuk industri dalam negeri.

Kelak, dengan hilirisasi bauksit, Indonesia tak lagi mengekspor secara mentah melainkan hilirisasi itu sendiri bisa menghasilkan produk antara (intermediate product) alumina dalam bentuk smelter grade alumina (SGA) dan chemical grade alumina (CGA).

"Yang kemudian dapat diolah kembali menjadi ingot aluminium dan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan produk-produk manufaktur lainnya seperti blok mesin kenderaan, konstruksi, peralatan rumah tangga, kemasan, dan lainnya," terang Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli kepada CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022).

Rizal menyatakan, melalui produk hilir itu, perkiraan nilai tambah yang akan terjadi sampai produksi ingot aluminium bisa mencapai 14 kali lipat - 16 kali lipat dibandingkan jika Indonesia menjualnya dalam bentuk bijih.

"Apalagi bila dilanjutkan menjadi barang manufactur seperti kenderaan, produk rumah tangga, elektronik, dan produk lainnya akan menghasilkan nilai tambah yang cukup besar terutama penyerapan tenaga kerja, pajak," tandas Rizal Kasli.

Indonesia sebelumnya juga sukses mengembangkan hilirisasi nikel di dalam negeri. Kelak, dengan hilirisasi, komoditas nikel bisa digunakan sebagai bahan baku industri baterai kendaraan listrik.

Dari hilirisasi nikel, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memprediksi hilirisasi nikel bisa mendatangkan nilai tambah mencapai US$ 33 miliar atau Rp514 triliun (kurs Rp15.600 per US$)

Dihalangi Jadi Negara Maju

Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa terdapat negara-negara maju yang enggan Indonesia juga mengikuti jejaknya menjadi negara maju.

Penolakan Indonesia menjadi negara maju, ditengarai oleh rencana Indonesia yang terus melakukan hilirisasi dalam sumber daya alam mineral dan batu bara (minerba), seperti nikel, timah bauksit dan tembaga hingga batu bara yang menjadi Dymetil Ether (DME).

Menteri Bahlil mengisahkan, dalam rapat bersama menteri-menteri jajaran negara G20, ide atau gagasan Indonesia membangun hilirisasi dibantah habis-habisan oleh negara-negara maju tersebut.

"Mereka tidak mau (kita hilirisasi), mereka ingin kita tetap membuka akses untuk mengekspor raw material (barang mentah). Berdebat kami selama tiga setengah bulan," ungkap Menteri Bahlil dalam Orasi Ilmiahnya di Grand Ballroom Unhas Hotel and Convention Center, Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (7/10/2022).

Kepada negara-negara maju tersebut, Bahlil mempertanyakan kenapa mereka tidak setuju dengan gagasan tersebut yang akan membuat Indonesia menjadi negara maju.

Padahal, kata Bahlil, negara-negara maju tersebut sudah melakukan step by step tangga hilirisasi yang membuat negara tersebut menjadi negara maju.

Sebagai contoh: Pertama, Inggris melarang ekspor wool mentah pada abad ke-16 untuk mendorong industri tekstil di dalam negeri.

Kedua, Amerika Serikat (AS), menerapkan pajak impor yang sangat tinggi di abad ke-19 dan abad ke-20 untuk mendorong industri dalam negeri.

"Di awal abad ke-20, pajak impor AS naik 4 kali lipat pajak impor Indonesia saat ini walaupun saat itu GDP per capita AS kurang lebih sama dengan Indonesia saat ini," ungkap Bahlil.

Ketiga, China menerapkan TKDN sampai 90% untuk otomotif. Kebijakan ini juga diterapkan Inggris untuk perusahaan otomotif di tahun 1960-an dengan peraturan TKDN sampai 80%.

Keempat, hingga tahun 1987, Finlandia melakukan pembatasan kepemilikan asing untuk memberdayakan pelaku usaha lokal. Perusahaan yang dimiliki asing si atas 20% dikategorikan sebagai perusahaan 'berbahaya'.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Horee! Jokowi Bakal Ketiban 'Durian Runtuh' Rp 465 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular