CNBC Indonesia Research

Sri Mulyani Benar! Ini Fakta Sulitnya Orang RI Sejahtera

Maesaroh, CNBC Indonesia
16 December 2022 15:10
Massa buruh dari Konfederasi Serika Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Foto: Massa buruh dari Konfederasi Serika Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/11/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan terbatasnya pekerja di sektor formal dan industri menjadi alasan mengapa warga Indonesia sulit sejahtera.

Sri Mulyani menjelaskan sektor manufaktur menjadi kunci penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

"Kita tahu bahwa kita harus mengembangkan ekosistem untuk manufaktur apapun di Indonesia dan mengapa manufaktur sangat penting karena menciptakan pekerjaan formal, meningkatkan kualitas hidup lebih baik, dan memberikan upah lebih besar bagi tenaga kerjanya," ungkapnya dalam dalam pembukaan kegiatan Indonesia Economic Prospects December 2022, Kamis (15/12/2022)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pekerja Indonesia di sektor industri memang terbilang kecil dan bergerak stagnan dari tahun ke tahun.

 

Per Agustus 2022, jumlah pekerja yang berkecimpung di sektor industri pengolahan hanya mencapai 19,17 juta atau 14,17% dari total pekerja di Indonesia yang berjumlah 135 juta.

Prosentase ini jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (27%), Thailand (22%), Filipina (19), atau negara Asia berkembang lain seperti India (27,4%).

Prosentase jumlah pekerja Indonesia di sektor industri juga nyaris stagnan di angka 13-14% selama empat tahun terakhir.

Ketenagakerjaan Indonesia masih didominasi sektor pertanian. Kehutanan, dan perikanan. Sebanyak 38,6 juta warga Indonesia masih bekerja di sektor tersebut atau 28,61% dari total pekerja.

Sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar juga perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor yakni 26,19 juta atau 19,36%. Pekerja di Indonesia juga didominasi sektor informal yakni 80,24 juta orang atau 59,31% dari total pekerja. Jumlah pekerja formal sebanyak 55,06 juta.

Fakta lain adalah besarnya pekerja Indonesia dengan pendidikan rendah.

Per Agustus 2022, pekerja Indonesia masih didominasi oleh tamatan SD ke bawah (tidak/belum pernah sekolah/belum tamat SD/tamat SD), yaitu sebesar 38,80%. Sementara itu, pekerja dengan tamatan Diploma I/II/III dan Diploma IV, S1, S2, S3 sebesar 12,32%.

Sektor industri yang dipilih dan riwayat pendidikan tentu saja akan berdampak besar terhadap tingkat kesejahteraan.

Data BPS menunjukkan upah pekerja di sektor industri pengolahan berkisar Rp 2,99 juta per bulan. Bandingkan dengan sektor pertanian yang hanya Rp 2,23 juta.

Rata-rata upah pekerja ada Agustus 2022 sebesar Rp3,07 juta. Rata-rata upah buruh berpendidikan universitas sebesar Rp 4,76 juta sedangkan sedangkan buruh berpendidikan SD ke bawah sebesar Rp 1,91 juta.

Sektor tenaga kerja hanyalah satu dari sedikit indikator kesejahteraan rakyat. BPS menghitung indeks kesejahteraan rakyat dari delapan bidang. Di antaranya adalah kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola Konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan, serta sosial lainnya.

Untuk kependudukan, salah satu yang diukur adalah angka harapan hidup dan kematian bayi.

Angka  Kematian Bayi (AKB) terus mengalami penurunan hingga 2017. AKB pada tahun 2017 tercatat sebesar 24, ini berarti dalam 1.000 kelahiran hidup, terdapat kejadian kematian bayi sebanyak 24 kematian.

Meskipun terus mengalami penurunan sejak tahun 90-an, AKB yang tercatat pada tahun 2017 ini masih tergolong tinggi dan hanya turun setengahnya dibanding 1994 yakni 57.

Angka harapan hidup pada tahun 2021 tercatat sebesar 73,5 tahun dan mengalami kenaikan pada tahun 2022 menjadi 73,6 tahun.

Di bidang kesehatan salah satunya adalah rasio dokter dibanding penduduk. Data terakhir rasio dokter umum dan dokter gigi sebanyak 25 per 100.000 penduduk.

Dari sisi konsumsi, BPS menyebut rata-rata pengeluaran per kapita untuk konsumsi sebulan pada tahun 2021 yakni sebesar Rp 1.264.589, sedikit meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.225.685.

Kendati meningkat, konsumsi Indonesia lebih bayak dihabiskan untuk beras dan rokok. Konsumsi untuk makanan penambah gizi seperti telur dan susu sangat rendah.

Lima kelompok komoditas makanan dengan pengeluaran terbesar adalah makanan dan minuman jadi (32%), rokok dan tembakau (12,50%), padi-padian (11,08%), sayur-sayuran (8,41%), dan ikan/udang/cumi/kerang (7,70%).

Konsumsi telur di Indonesia hanya 111 butir per kapita per tahun. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan Thailand yang mencapai 217 butir per kapita per tahun atau Malaysia yang mencapai 324 butir per kapita per tahun.


Tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia juga tercermin dari pendapatan per kapita. Indonesia memang masuk kelompok G20 atau negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia.
namun, jika dihitung dari PDB per kapita, Indonesia kalah jauh dibandingkan negara tetangga.

Berdasarkan data Bank Dunia, PDB per kapita Indonesia ada di angka US$ 4.291,8 per tahun atau sekitar Rp 62,07 juta per tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan Malaysia (US$ 11.371), Thailand (US$ 7.233), apalagi Singapura (US$ 72.794).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular