Kode Grup Bakrie Incar Harta Karun Langka di Lumpur Lapindo

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Kamis, 15/12/2022 20:31 WIB
Foto: Kondisi terkini lumpur lapindo. (Tangkapan layar Google maps)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minarak Group, bagian dari Grup Bakrie, akhirnya buka suara terkait adanya temuan "harta karun super langka" dan juga mineral kritis di Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.

"Harta karun super langka" yang dimaksud di sini yaitu mineral logam tanah jarang. Sementara mineral kritis yang dimaksud yakni berupa lithium dan stronsium.

Seperti diketahui, sebelumnya area Lumpur Lapindo ini masuk ke dalam wilayah kerja (WK/Blok) minyak dan gas bumi (migas) Brantas yang dikelola Lapindo Brantas Inc, PT Prakarsa Brantas, dan PT Minarak Brantas Gas.


Adapun Minarak Brantas Gas Inc adalah bagian dari Grup Bakrie. Berdasarkan laporan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), pada bagian transaksi dengan pihak-pihak berelasi diketahui bahwa Minarak Brantas Gas Inc. adalah perusahaan yang dahulu bernama Lapindo Brantas Inc.

Lantas, apakah Minarak tertarik untuk mengelola "harta karun super langka" di Lumpur Lapindo ini?

Corporate Secretary Minarak Group Ananda Arthaneli mengakui pihaknya juga masih menunggu regulasi dari pemerintah terkait skema pengelolaan kandungan mineral kritis maupun logam tanah jarang di Lumpur Sidoarjo ini.

"Saat ini kami juga sedang menunggu regulasi pemerintah mengenai skema pengelolaannya," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/12/2022).

Meski tidak menyebutkan secara gamblang terkait ketertarikan perusahaan untuk mengelola logam tanah jarang maupun lithium di Lumpur Lapindo ini, namun dia menyebut perusahaan selalu mengamati dinamika yang terjadi di area ini.

"Karena LuSi (Lumpur Sidoarjo) sudah merupakan bagian dari kami, dinamika yang ada di sana senantiasa selalu kita amati," ujarnya.

Menurutnya, skema pengelolaan lithium di Lumpur Sidoarjo ini masih ditunggu pihaknya karena bagaimana pun ada sebagian wilayah terdampak berada di area milik perusahaan.

"Sedangkan skema pengelolaannya merupakan domain pemerintah, walaupun secara kewilayahan ada sebagian wilayah terdampak berada di area kami," ucapnya.

Kendati demikian, pihaknya mengakui bahwa kandungan mineral di Lumpur Sidoarjo ini sudah diteliti dan dipublikasikan secara terbatas pada 2008.

Ananda mengungkapkan, mineral kritis tersebut sudah melalui beberapa tahapan penelitian, termasuk untuk mengetahui nilai keekonomiannya. Selain sejumlah peneliti dari universitas dalam dan luar negeri, maupun instansi pemerintahan, menurutnya internal perusahaan juga ikut meneliti terkait kandungan mineral kritis di Lumpur Lapindo ini.

"Hal ini pun tanpa bermaksud mencari, namun menemukan hal baru. Semua menyatakan bahwa sepertinya memang ada kandungan unsur tanah jarang," ungkapnya.

Sebelumnya, Ananda sempat mengungkapkan bahwa untuk tanah dan bangunan di area Lumpur Lapindo yang merupakan bagian dalam Peta Area Terdampak (PAT) 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi sesuai yang diatur Perpres 76 tahun 2015 dan diatur dalam Perjanjian Dana Antisipasi.

Dia pun menegaskan bahwa tanah lumpur Lapindo itu kini bukan lagi masuk ke dalam Blok migas Brantas. Seperti diketahui, pada 3 Agustus 2018 lalu Kementerian ESDM sendiri telah memberikan perpanjangan kontrak untuk blok migas atau WK Brantas, sehingga bisa beroperasi hingga tahun 2040.

"Saat ini kami masih berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan settlement. Tanah Lumpur Sidoarjo tersebut saat ini bukan merupakan bagian dari Blok Brantas," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (24/01/2022).

"Kalau untuk tanah dan bangunan dalam PAT 22 Maret 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ adalah milik PT MLJ, namun merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi. Sampai saat ini terkait settlement kami masih melakukan diskusi dan koordinasi dengan pihak pemerintah," paparnya.

Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya kandungan "harta karun super langka" yakni mineral logam tanah jarang (rare earth element/ RRE) dan juga mineral logam kritis atau Critical Raw Material (CRM) di Lumpur Lapindo ini.

Adapun kandungan mineral kritis yang dimaksud yaitu lithium dan stronsium. Kedua kandungan mineral kritis tersebut kini tak ayal menjadi rebutan dunia. Pasalnya, lithium merupakan bahan baku pembuat baterai kendaraan listrik, sementara stronsium merupakan bahan baku untuk peralatan elektronik.

Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi Kementerian ESDM, Hariyanto menyebutkan bahwa saat ini pemerintah tengah melakukan penyelidikan pendahuluan terkait dengan temuan "harta karun" tersebut.

Hariyanto mengungkapkan penyelidikan pada bagian selatan dari Lumpur Lapindo telah dilakukan sejak tahun 2020. Dnegan begitu, pada tahun ini, Badan Geologi Kementerian ESDM tengah menyelidiki pada bagian utara dari Lumpur Lapindo.

"Badan Geologi sejauh ini melakukan penyelidikan pendahuluan di tahun 2020 di daerah bagian selatan Lumpur Sidoarjo atau tepatnya di daerah Kecamatan Porong. Di tahun 2022 kita tindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan pendahuluan di daerah sisi utara Lumpur Sidoarjo, tepatnya di Tanggulangin," ungkapnya kepada CNBC Indonesia pada program Mining Zone, dikutip Rabu (14/12/2022).

Dari catatan Badan Geologi Kementerian ESDM, kandungan lithium di Lumpur Lapindo, Sidoarjo itu kadarnya mencapai 99-280 ppm, sementara untuk stronsium kadarnya mencapai 255-650 ppm.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Terancam Banjir Limbah Baterai EV Dalam 3 Tahun