Duh! Listrik Luber Rupanya Tanda Buruk bagi RI lho
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan cadangan listrik Indonesia luber hingga 11 Giga Watt (GW) atau berlebih 32% dari beban puncak.
Merujuk pada catatan Kementerian ESDM, daya mampu listrik nasional sebesar 46,82 GW dengan beban puncak sebesar 35,24 GW. Dengan begitu, maka masih terdapat sisa cadangan operasi sebesar 11,58 GW atau sekitar 32,86%.
Lantas, apakah artinya ini bagi Indonesia? Dengan lubernya listrik ini, apakah ini pertanda baik atau buruk bagi negeri ini?
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan bahwa kelebihan listrik di Indonesia merupakan pertanda buruk. Hal tersebut dapat menimbulkan beban bagi perusahaan listrik nasional PT PLN (Persero) yang membeli listrik dari perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP).
"Kelebihan listrik tidak baik karena artinya listrik tidak bisa disalurkan dan menimbulkan beban bagi PLN yang membeli listrik dari IPP," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/12/2022).
Fabby mengungkapkan, besaran kerugian yang ditanggung oleh PLN tergantung pada kesepakatan dari negosiasi dengan IPP. Fabby membeberkan pada tahun lalu PLN berhasil menghindari kerugian sebesar Rp 37 triliun berkat penundaan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara baru yang seharusnya sudah beroperasi sejak 2021/2022, namun karena pandemi Covid-19 mundur menjadi 2022/2023.
"Berapa besar kerugian PLN tergantung pada term and conditions dan hasil renegosiasi. Tahun lalu PLN berhasil menghindari kerugian Rp 37 T dari penundaan operasi PLTU dari 2020/2021 ke 2022/2023," tuturnya.
Untuk itu, Fabby berharap PLN terus bernegosiasi dengan untuk bisa menurunkan kewajiban pembayaran denda karena adanya skema "Take or Pay" (TOP) di kontrak jual beli tenaga listrik.
Seperti diketahui, skema "Take or Pay" ini artinya PLN harus mengambil listrik dari IPP sesuai dengan volume terkontrak. Bila pasokan listrik yang diambil PLN tidak sesuai dengan yang terkontrak atau di bawah kontrak, maka artinya PLN harus membayar penalti yang telah disepakati di kontrak.
Selain menegosiasikan kewajiban pembayaran penalti, menurutnya PLN juga dapat mengupayakan untuk kembali menunda operasional PLTU yang kemungkinan bisa ditunda.
"Karena beban finansial yang besar, maka saya menyarankan agar PLN bernegosiasi untuk menurunkan ToP, dan membatalkan PLTU-PLTU yang bisa dibatalkan," ucapnya.
Tak hanya itu, menurutnya pemensiunan dini PLTU berusia tua juga bisa berkontribusi untuk mengurangi beban perusahaan listrik negara ini.
"Selain itu, ada potensi 3-4 GW PLTU tua PLN yang bisa dipensiunkan dini, yang bisa mengurangi over supply pembangkit," ucapnya.
Seperti diketahui, permasalahan kelebihan listrik atau over supply listrik hingga kini masih mendera PT PLN (Persero). Hal tersebut imbas dari prediksi pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai harapan, sementara pembangkit baru terus bermunculan.
Setidaknya ada dua PLTU raksasa yang mulai dioperasikan pada 2022 ini. Kedua PLTU batu bara tersebut yaitu PLTU Batang, Jawa Tengah dan PLTU Jawa 4 Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah.
Pengoperasian dua pembangkit raksasa itu dilakukan di tengah kondisi listrik Indonesia yang sedang mengalami surplus.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan bahwa tahun ini Indonesia akan mengalami surplus listrik mencapai 6 GW hingga 7 GW.
Seperti diketahui, PLTU Batang memiliki kapasitas 2 x 1.000 Mega Watt (MW) dioperasikan oleh PT Bhimasena Power Indonesia. Proyek pembangkit senilai US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 62,16 triliun ini dimiliki oleh Adaro Power 34%, JPower dan Itochu masing-masing 34% dan 32%.
Adaro Power merupakan anak usaha dari PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang dipimpin oleh Garibaldi "Boy" Thohir.
Sementara PLTU Jawa 4 Tanjung Jati B dioperasikan oleh PT Bhumi Jati Power (BJP). BJP ini dimiliki oleh konsorsium dari tiga perusahaan yaitu Sumitomo Corporation (50%), emiten PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar 25%, dan The Kansai Electric Power Co. Inc. (25%). PT United Tractors (UNTR) sendiri merupakan anak usaha dari PT Astra International Tbk.
PLTU Tanjung Jati B yang beroperasi pada 2022 ini yaitu untuk unit 5 dan 6, berdekatan dengan empat unit lainnya yang telah beroperasi. Rencananya PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 ini akan memasok listrik ke PLN selama 25 tahun sejak beroperasi. Proyek ini diperkirakan juga memakan dana hingga US$ 4,2 miliar.
(wia)