Gawat! Tanda-Tanda Resesi Global Makin Besar
Jakarta, CNBC Indonesia - Global masih berisiko besar jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Indikatornya terlihat dari semakin lesunya perkembangan 3 aktor besar ekonomi global yakni Amerika Serikat (AS), China, dan Eropa.
Hal ini diungkapkan oleh Analis Kebijakan Ahli Madya pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Rahadian Zulfadin dalam acara Indef School of Political Economy Jurnalisme Ekonomi, Selasa (14/12/2022).
"Itu ditunjukkan oleh outlook IMF, jadi misalnya yang sebelah kiri itu proyeksi pertumbuhan global itu 2023 menurun semuanya, beberapa proyeksi di bulan Januari, April, Juli, Oktober itu semuanya menurun, ini ada satu pelajaran penting di sini kita juga tidak perlu terlalu menganggap IMF atau World Bank itu proyeksinya sangat cepat, ini proyeksinya berubah terus," jelasnya.
"Kalau kita anggap ekonomi dunia itu punya 3 lempeng besar ya Amerika, Tiongkok, Eropa, semuanya juga menurun jadi ini adalah indikasi bahwa ke depan resiko resesi itu memang semakin besar, " tambah Rahadian.
Menurutnya, pelemahan ini terjadi akibat tingginya tingkat inflasi yang direspon dengan kenaikan suku bunga, utamanya di negara-negara maju. Ia melihat dalam konteks global, meskipun tekanan inflasi mulai menurun saat ini, namun pertumbuhan ekonomi malah justru semakin lemah.
"Kita lihat beberapa negara besar hampir seluruhnya mengalami perlambatan, jadi memang ke depan yang harus diwaspadai adalah di tengah tekanan inflasi yang ada tanda-tanda mulai menurun, tapi pelemahan ekonomi global justru semakin melemah jadi tanda-tanda resesi 2023 memang semakin besar," terangnya.
Lebih lanjut, ia membaca indikasi yang terjadi sebagai dampak dari inflasi yang tinggi dan pelemahan ekonomi global adalah terjadinya penurunan aktivitas manufaktur yang terjadi akhir-akhir ini.
"Apa indikasi yang kita bisa pakai untuk melihat dampak dari inflasi yang tinggi dan pelemahan ekonomi global? Pertama, manufaktur. Kita melihat aktivitas manufaktur global menunjukkan trend melemah walaupun masih ekspansi, tapi data terakhir sudah menurun," ujarnya.
"Di tengah penurunan aktivitas manufaktur global, di ASEAN sebagian masih ekspansi. Indonesia di angka 50,3 ini antara ekspansi, kontraksi atau flat, Malaysia dan Vietnam ini mulai menurun," tambahnya.
Sebelumnya, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan pada November 2022, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat sebesar 50,3 poin. Dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di angka 51,8 poin, angka tersebut menunjukkan penurunan. Namun, PMI masih dikatakan berada dalam kondisi ekspansif karena berada di atas 50 poin.
(mij/mij)