Minyak Sudah US$70-an/Barel, Saatnya Harga Pertamax Cs Turun?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan harga minyak mentah dunia terus menunjukkan tren penurunan selama sepekan terakhir. Saat ini harga minyak mentah dunia sudah masuk ke angka US$ 70-an per barel.
Pada perdagangan Senin (12/12/2022) minyak Brent tercatat US$ 77,99 per barel, naik 1,89%, sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melejit 3% ke US$ 73,17 per barel.
Harga minyak saat ini jauh lebih menurun dibandingkan saat puncaknya pada 8 Maret 2022 yang tercatat mencapai US$ 127,98 per barel. Meski kemudian agak menurun, namun harga minyak betah di level US$ 100-an per barel sampai Juli 2022, kemudian bertahan di level US$ 90-an per barel sampai awal September 2022. Dan sampai November lalu harga minyak pun rata-rata masih di atas US$ 80 per barel.
Dengan tren penurunan harga minyak mentah dunia ini, lantas kenapa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri belum kunjung turun?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa seharusnya harga BBM subsidi maupun non subsidi dalam negeri diturunkan.
Hal tersebut menimbang pencapaian negara dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menunjukkan capaian yang bagus.
"Melihat pendapatan negara dari pajak dan PNBP capaiannya juga baik, kenapa pemerintah masih tunda menurunkan harga BBM? Penurunan harga BBM juga merupakan langkah pengendalian inflasi energi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (13/12/2022).
Bhima juga mengungkapkan bahwa seharusnya pemerintah sudah menurunkan harga BBM untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini bisa menjadi kunci dari pemulihan pasar domestik. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk belum menurunkan harga BBM.
"Saatnya pemerintah lebih memfokuskan penguatan daya beli masyarakat yang menjadi kunci pemulihan pasar domestik. Tidak ada alasan lagi pemerintah masih belum menyesuaikan harga BBM subsidi," katanya.
Untuk itu, Bhima menyebutkan harga BBM khusus penugasan seperti Pertalite seharusnya bisa diturunkan menjadi Rp 8.000 per liter dari saat ini Rp 10.000 per liter.
Selain itu, untuk harga BBM non subsidi seperti jenis Pertamax menurutnya juga bisa diturunkan ke harga Rp 10.000 per liter dari saat ini Rp 13.900 per liter.
"Harga BBM jenis Pertalite bisa diturunkan menjadi Rp 8.000 per liter dan Pertamax di Rp 10.000 per liter. Tahun depan jika crude oil makin turun, bisa kembali ke Rp 7.600 per liter untuk Pertalite," ungkapnya.
Terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang masih melesu, menurutnya ini bisa ditanggung oleh APBN karena di saat bersamaan ada dana belanja pemerintah yang belum terserap.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah melemah 0,28% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.625 per US$ pada perdagangan awal pekan kemarin, Senin (12/12/2022).
"Bisa selisih kurs ditanggung APBN karena disaat yang bersamaan ada dana belanja yang belum terserap, daripada serapan belanja rendah lebih baik SAL digunakan untuk realokasi ke BBM," ucapnya.
Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengungkapkan bahwa penentuan harga jual BBM tidak ditentukan hanya oleh harga minyak mentah.
Dia menyebut, terdapat hal lain yang turut menjadi pertimbangan penentuan harga BBM, seperti publikasi MOPS (Mean of Platts Singapore), kurs dolar, dan lain sebagainya.
"Penentuan harga jual BBM ditentukan tidak hanya faktor harga minyak mentah, namun juga dari publikasi MOPS, kurs dolar, dan lain-lain," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (12/12/2022).
Oleh karena itu, Irto mengungkapkan bahwa penentuan harga harus berdasarkan beberapa faktor yang telah disampaikan tersebut. Namun demikian, dia menyebutkan tetap ada kemungkinan penyesuaian harga BBM ke depannya.
"Kemungkinan penyesuaian harga tetap ada dengan mempertimbangkan hal tersebut," ujarnya.
Irto menambahkan, mengenai penentuan harga BBM bersubsidi maupun penugasan, seperti Solar subsidi dan Pertalite, itu merupakan kewenangan regulator atau pemerintah. Pihaknya pun akan menunggu kepastian dari regulator sebagai penentu harga BBM bersubsidi.
"Sementara penentuan harga BBM subsidi adalah kewenangan regulator," pungkasnya.
Seperti diketahui, pada 1 Desember 2022 lalu badan usaha penyalur BBM, baik Pertamina maupun swasta, seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo telah menaikkan harga BBM di SPBU.
Harga BBM non subsidi Pertamina misalnya, harga Pertamax Turbo naik menjadi Rp 15.200 per liter dari sebelumnya Rp 14.300 per liter. Lalu, harga BBM jenis Dexlite naik menjadi Rp 18.300 per liter dari sebelumya Rp 18.000 per liter dan untuk BBM Pertamax Dex menjadi Rp 18.800 per liter dari sebelumnya Rp 18.550 per liter.
Sementara harga Pertamax masih dibanderol Rp 13.900 per liter, tidak berubah dari November 2022. Begitu juga dengan harga BBM Pertalite masih dibanderol Rp 10.000 per liter dan Solar subsidi Rp 6.800 per liter.
Tak cuma Pertamina, BP Indonesia juga mengerek harga BBM yang di jual di Jabodetabek dan Jawa Timur. Contohnya BBM jenis BP 90 menjadi Rp 14.050 per liter dan BBM BP 95 menjadi Rp 14.700 per liter dari sebelumnya Rp 14.190 per liter (Jawa Timur).
Sementara itu harga BBM Shell Indonesia yang juga naik. Untuk BBM jenis Super naik menjadi Rp 14.180 per liter dari sebelumnya Rp 13.550 per liter
Perlu diketahui, pelemahan minyak mentah di level US$ 70-an per barel itu terjadi lantaran kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi global akan memangkas permintaan bahan bakar, meskipun terjadi penutupan pipa minyak mentah Kanada - AS.
Ancaman seputar tingginya inflasi, kenaikan suku bunga yang agresif, hingga perang dapat menyeret ekonomi global ke jurang resesi.
Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia bahkan diramal akan jatuh ke jurang resesi dengan probabilitas lebih dari 60%.
Isu perlambatan ekonomi bahkan ancaman resesi membuat pelaku pasar khawatir terhadap prospek permintaan minyak yang bakal menurun, karena si emas hitam menjadi input penting dalam aktivitas ekonomi.
(wia)