
Desak Setop Impor Baja, DPR Keluarkan 9 Rekomendasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) Herman Khaeron mendesak pemerintah meningkatkan kemampuan industri baja nasional agar mampu memenuhi berbagai kebutuhan, baik itu infrastruktur maupun untuk manufaktur. Di sisi lain, dia juga meminta agar keran impor segera dihentikan.
"Produk-produk yang tidak spesifik, yang bisa diproduksi di dalam negeri, kecuali yang spesifik dan dibutuhkan, yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, menurut saya setop impor baja," tegasnya di acara FGD Kaleidoskop Ketahanan Industri Baja Nasional Dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur dan Industri Manufaktur, Kamis (8/12/2022).
Dia pun memberikan 9 rekomendasi agar pemerintah bisa dan berhasil menutup keran impor.
Pertama, menegakkan standar yang tegas dan wajib, khususnya untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini untuk mendorong penggunaan dari hasil produksi baja domestik yang belum maksimal hingga saat ini.
"Jadi ini jangan buka tutup (keran impor) tiba-tiba karena harga melonjak naik, harga naik kan banyak faktor. Saya akan jagain juga nanti dari Kementerian Perdagangan," katanya.
Kedua, mengoptimalkan PT Krakatau Steel.
Sebab, paparnya, dengan rendahnya produktivitas Krakatau Steel selama 30 tahun beroperasi, ketergantungan dunia industri terhadap baja impor semakin tinggi. Karena itu, Krakatau Steel harus dimodernisasi.
Opsi kemitraan strategis dalam privatisasi Krakatau Steel, kata dia, jauh lebih baik dibanding menempuh langkah Initial Public Offering (IPO). Karena akan dapat mengoptimalkan kemampuan Krakatau Steel memasok kebutuhan dan berbagai jenis baja di Indonesia.
"Oleh karenanya, menurut saya Krakatau steel ke depan lebih baik didorong menjadi industri baja dalam negeri yang bisa lebih kompetitif, meski tidak harus menempuh initial public offering, sebagai kemitraan strategis dengan beberapa perusahaan," ucapnya.
Ketiga, memaksimalkan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah (PP) yang diterbitkan sebagai peraturan pelaksana atas UU Cipta Kerja, yaitu PP No 22/2021, PP No 28/2021, dan PP No 41/2021.
Keempat, melakukan pengawasan terhadap masuknya baja impor ke Kawasan Bebas Batam agar tidak dijual kembali di wilayah Indonesia.
Kelima, optimalisasi rencana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam implementasi road map induk pengembangan industri besi dan baja nasional tahun 2015-2035. Untuk rencana tahap kedua, yakni tahun 2020-2024, kapasitas produksi industri besi dan baja ditargetkan mencapai 17 juta ton.
Keenam, mengawasi proses Penanaman Modal Asing (PMA).
"Jangan sampai yang masuk ke negara kita itu adalah teknologi yang sudah kadaluarsa, pada akhirnya cita-cita kita ingin memperbesar ekspor karena kita memiliki keunggulan komparatif sumber daya alam itu tidak bisa dilakukan karena standarnya sudah ketinggalan," ujar Herman.
Ketujuh, melibatkan UMKM secara masif agar berguna untuk meningkatkan industri kecil di pelosok-pelosok agar mereka lebih berkembang.
Kedelapan, mengawasi proses Tata Niaga Logam hingga meningkatkan ekspor.
"Memang sejalan dengan tingkat kualitas dan standardisasi internasional ini menurut saya harus benar-benar mendapatkan perhatian khusus. Karena bagaimanapun ke depan pada akhirnya kita juga akan berstandar internasional," tuturnya.
Dan rekomendasi yang terakhir, menerapkan strategi metode inovasi Channel, Product, Meeting (CPM) yang melibatkan UMKM.
"Kalau produknya tidak kompetitif, maka produk asing akan mendominasi, mereka bisa melakukan dumping. Bahkan cina dengan kemampuan untuk melakukan efisiensi dalam berbagai aspek ini bisa melakukan penetrasi harga, sehingga harga mereka akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga dalam negeri," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anak Buah Menteri Jokowi Tiba-tiba Disorot, Ada Apa?