Lawan Gugatan di WTO! RI Tak Akan 'Kebakaran Jenggot'

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak akan kebakaran jenggot atas kekalahan RI dalam gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait penghentian ekspor bijih nikel.
Plh Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Idris Sihite mengatakan bahwa Indonesia telah menjadi anggota WTO dan telah meratifikasi perjanjian WTO. Dengan begitu, maka proses yang ada di WTO harus diikuti.
"Kalian harus ingat, jangan kita kebakaran jenggot. Kita tidak boleh memberikan proteksi berlebihan, tidak boleh melakukan kegiatan yang terkesan kegiatan yang bertentangan dengan pasar bebas, itu konsekuensi," ujar Idris di gedung Kementerian ESDM, Senin (6/12/2022).
Namun di sisi lain, Indonesia juga mempunyai kepentingan untuk melakukan hilirisasi mineral guna mendapatkan nilai tambah. Oleh sebab itu, pemerintah akan berupaya untuk mengajukan banding atas kekalahan tersebut.
"Itu konsekuensi kita ratifikasi WTO tapi gak begitu cara menjalankan WTO-nya. Kita punya wewenang, kebetulan saya tahun 2019 ikut sidang waktu saya masih di kejaksaan. Ya yang bisa kita lakukan adalah melakukan upaya banding, mempercepat proses hilirisasi karena setahu saya proses banding sampai diputuskan itu butuh waktu lama 10 sampai 15 tahun ya," katanya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah berpendangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB). "Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ujar Arifin dalam Raker bersama Komisi VII, Senin (21/11/2022)
Selain itu, kata Arifin pemerintah juga akan mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter. Adapun final panel report yang sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022 berisi beberapa poin penegasan.
"Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Berikutnya menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Kemudian, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukan ke dalam agenda DSB pada tanggal 20 Desember 2022.
Setidaknya ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009: Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019: Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019: Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
[Gambas:Video CNBC]
Jokowi Kasih Bocoran Kalah di WTO, Ini Deretan Gugatan ke RI
(pgr/pgr)