Kontraksi Ekonomi China Sumber Nestapa RI, Ini Buktinya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejatuhan ekonomi dua negara besar dunia, China dan Amerika Serikat (AS), akan menimbulkan dampak besar bagi dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memahami hal tersebut. Dia melihat ancaman kontraksi ekonomi di China akibat kebijakan zero-Covid akan berdampak pada perekonomian domestik. Oleh karena itu, dia mengingatkan bahwa ekspor Indonesia tahun depan akan tertekan akibatnya.
"Hati-hati (ekspor) tahun depan bisa turun, karena problem di Tiongkok yang belum selesai," ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022, dikutip Selasa (6/12/2022).
Zero-Covid China akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi China. Padahal, ekspor Indonesia ke China. Sebagai catatan, total nilai perdagangan Indonesia dengan China pada 2021 mencapai US$124,34 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan bahwa kontraksi 1% ekonomi China dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%-0,6%.
"Apabila mereka melemah 1 persen, pengaruhnya ke Indonesia akan mengalami penurunan 0,3 sampai 0,6 persen," ungkap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Di saat yang sama, Sri Mulyani pun mengungkapkan bahwa perlambatan China akan mempengaruhi ekspor, impor dan pariwisata RI. Menurutnya, China menyumbang turis asing yang besar.
Kemudian, 27% impor non migas berasal dari China, sementara 16,7% pangsa ekspor Indonesia adalah Negeri Tirai Bambu tersebut.
Kepala ekonom China di Nomura Ting Lu bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China lebih dalam lagi.
Nomura memangkas proyeksi PDB China 2022 menjadi 2,8% saja. Untuk tahun depan, PDB diperkirakan tumbuh 4%, dipangkas dari proyeksi sebelumnya 4,3%.
Memang ada kenaikan PDB di tahun depan, tetapi tetap saja rendah, apalagi jika melihat low base di tahun ini. Kemudian jika melihat sejak 1989 rata-rata PDB China sebesar 9,05%, melansir Trading Economics
Artinya, ini menjadi masa ekonomi "tergelap" bagi Xi Jinping yang menjabat Presiden China sejak 2013 lalu.
Namun, sejumlah ekonom masih melihat adanya kemungkinan perbaikan pertumbuhan. Dikutip dari Caixing Global, Kepala Ekonom Standard Chartered PLC untuk China dan Asia Utara Ding Shuang memperkirakan China bisa tumbuh 5,8% pada 2023, jika negara tersebut berhasil melakukan pembukaan lockdown yang mulus dan lancar.
Goldman Sachs Group Inc. dalam laporannya mengungkapkan bahwa China dapat kembali pulih dari kebijakan zero-Covid pada kuartal II-2023.
[Gambas:Video CNBC]
Panasnya China-Taiwan Tambah Daftar Kekhawatiran Sri Mulyani!
(haa/haa)