AS Ajak Uni Eropa Ikut 'Musuhi' China, tapi Ditolak
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) terus mempertahankan kebijakannya yang keras terhadap China dan ingin Eropa mengikutinya. Namun, blok tersebut tidak mampu melakukan hal yang sama.
Pemerintah AS secara khusus berfokus pada China, menjadikan topik tersebut sebagai pembahasan dominan dalam diskusi internasional tak lama setelah Presiden Joe Biden menjabat.
Komentar dan tindakan keras telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo, misalnya, mengatakan bahwa Beijing telah menjadi ancaman yang makin besar bagi perusahaan-perusahaan AS.
Pesan ini telah dibagikan dan diakui di Eropa. Laporan menunjukkan bahwa pejabat Amerika telah memberi tahu rekan-rekan Eropa untuk mempertimbangkan menggunakan pembatasan kontrol ekspor di China. Adapun, AS pada Oktober memberlakukan pembatasan akses China ke teknologi tertentu yang dikembangkan AS.
Namun, sementara Uni Eropa (UE) menjuluki China sebagai "saingan strategis" pada kesempatan yang berbeda, UE mengejar pendekatan yang berbeda dari AS.
"Uni Eropa sedang mencoba mengukir strategi China sendiri yang berbeda dari AS. Strategi ini adalah tentang 'mengurangi risiko' hubungan, bukan 'membatalkan hubungan'," kata Anna Rosenberg, kepala geopolitik di Amundi Asset Management, kepada CNBC International, dikutip Sabtu (3/12/2022).
Data dari kantor statistik Eropa menunjukkan bahwa China adalah pembeli barang Eropa terbesar ketiga dan pasar terpenting untuk produk impor UE pada 2021. Pentingnya China sebagai pasar untuk Eropa menjadi makin relevan di saat ekonominya sedang berjuang dari dampak serangan Rusia ke Ukraina.
"Sementara AS mencoba menarik UE ke arahnya untuk menjauhkan diri dari China, UE ingin mempertahankan hubungan ekonomi dengan China. Keinginan ini ditekankan oleh kejatuhan ekonomi dari perang yang akan mempengaruhi ekonomi Eropa lebih parah tahun depan," kata Rosenberg.
Hosuk Lee-Makiyama, Direktur European Center for International Political Economy, juga mengatakan kepada CNBC bahwa "ada banyak permintaan yang ditangguhkan" di China karena kebijakan Covid-19 yang ketat dan "Eropa tidak memiliki banyak pasar" untuk menggantinya.
Dia menambahkan bahwa Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengunjungi China pada Kamis mungkin untuk mencoba bernegosiasi dan menjadi "pertama dalam antrean" ketika Beijing melonggarkan tindakan Covid-nya lebih lanjut.
Kanselir Jerman Olaf Scholz juga melakukan perjalanan ke China pada awal November.
"Kami melihat hubungan UE-China benar-benar membaik dalam jangka pendek dan perjalanan Michel saat ini, yang semakin dekat setelah kunjungan Scholz ke Tiongkok, adalah buktinya," kata Rosenberg.
Ini terjadi pada saat hubungan antara UE dan AS sedikit memburuk. Lee-Makiyama mengatakan "hubungan transatlantik adalah yang terburuk dalam 20 tahun."
Pejabat Eropa mengeluh tentang subsidi negara yang diajukan pemerintah AS untuk mendukung adopsi mobil listrik. UE mengatakan ini menantang aturan perdagangan internasional dan merupakan ancaman bagi perusahaan Eropa.
(luc/luc)