AS Buka Suara soal Demo Massal di China, Seperti Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) menyatakan mendukung hak orang untuk melakukan protes secara damai di China menentang tindakan strategi nol-Covid yang berujung pada penguncian (lockdown) ketat.
"Kami sudah lama mengatakan setiap orang memiliki hak untuk melakukan protes secara damai, di sini di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ini termasuk di RRC (Republik Rakyat China)," kata Dewan Keamanan Nasional (NSC) Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters, Selasa (29/11/2022).
Menurutnya, AS fokus pada apa yang berhasil untuk memerangi virus corona, termasuk dengan meningkatkan tingkat vaksinasi.
"Kami pikir akan sangat sulit bagi Republik Rakyat Tiongkok untuk dapat menahan virus ini melalui strategi nol-Covid mereka," kata NSC.
Adapun, polisi China pada Senin memperketat keamanan di lokasi protes akhir pekan di Shanghai dan Beijing, setelah kerumunan di sana dan di kota-kota China lainnya dan di lusinan kampus universitas berdemonstrasi meminta pemimpin Xi Jinping bertanggung jawab.
Terkait dengan tanggapan Presiden Joe Biden tentang keadaan China, juru bicara NSC Gedung Putih John Kirby mengatakan dalam jumpa pers bahwa "Presiden tidak akan berbicara untuk pengunjuk rasa di seluruh dunia. Mereka berbicara untuk diri mereka sendiri."
Awal bulan ini, Biden mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden Xi Jinping di Bali pada KTT G20, dan tanggapan Gedung Putih tersebut tampak menunjukkan kehati-hatian dan menghindari memperburuk situasi.
Sebaliknya, Kirby mengatakan di awal bulan bahwa Biden mengekspresikan solidaritas dengan pengunjuk rasa di Iran dengan mengatakan pada rapat umum politik bahwa "kami akan membebaskan Iran."
Kirby mengatakan Biden selalu mendapatkan informasi terbaru tentang apa yang terjadi di dalam China dan tetap memperhatikan aktivitas protes. Dia mengatakan pemerintah mengawasi demonstrasi dengan cermat, dan bahwa China tidak meminta vaksin dari AS.
Perlu diketahui, Beijing dan Washington telah menangani penyebaran pandemi virus corona dengan cara yang sangat berbeda, perpecahan yang mengubah persaingan antara dua ekonomi terkemuka dunia tersebut.
Kebijakan nol-Covid Beijing telah membuat jumlah kematian resmi China mencapai ribuan, dibandingkan lebih dari satu juta di AS, tetapi harus dibayar dengan mengurung jutaan orang untuk waktu yang lama di rumah, menyebabkan gangguan dan kerusakan yang luas pada ekonomi China.
Sebelumnya di masa pandemi, kedua negara berusaha untuk memperkuat pengaruh geopolitik mereka melalui distribusi vaksin.
Selama masa jabatannya, Xi telah mengawasi ketat perbedaan pendapat dan memperluas sistem pengawasan sosial berteknologi tinggi yang membuat protes menjadi lebih sulit dan berisiko.
(luc/luc)