Eks Menkeu Beri Warning, Jangan Sepelekan Fenomena PHK!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak menyepelekan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang beberapa hari ke belakang ramai mencuat di tanah air. Terutama untuk menghadapi pelemahan ekonomi pada 2023.
Bambang berujar, fenomena PHK yang terutama mencuat terjadi di sektor industri padat karya ini harus disikapi pemerintah karena bisa memengaruhi turunnya daya beli masyarakat, hingga terkereknya tingkat kemiskinan di Tanah Air. Jika ini tak jadi perhatian maka ekonomi 2023 sulit dijaga di level atas 5 persen.
"Intinya kalau bisa ya kita bisa cegah terjadinya PHK yang bisa berakibat pada penurunan daya beli dan tentunya peningkatan dari angka kemiskinan," ujar Bambang dalam Program Closing Bell, CNBC Indonesia, seperti dikutip Senin (28/11/2022).
Fenomena PHK ini menurutnya bisa diantisipasi pemerintah dengan memberikan berbagai stimulus dari sisi fiskal seperti bantuan subsidi upah yang selama masa krisis sempat diberikan pemerintah, terutama seperti saat Pandemi Covid-19.
"Kalau memang terjadi PHK yang cukup serius dan terjadi karena pelemahan permintaan, baik di pasar global maupun domestik, maka perlu dipikirkan juga terutama untuk industri manufaktur, padat karya, ada semacam dukungan atau bantuan yang terkait upah, yang diterima para pekerjanya," ujar Bambang.
Selain itu, ia melanjutkan, di tengah kondisi pelemahan ekonomi dunia seperti saat ini, karena agresifnya kenaikan tingkat suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju hingga tekanan inflasi, pemerintah perlu melanjutkan perbaikan kebijakan, terutama menyangkut kemudahan berinvestasi.
"Memang kita harus terus melanjutkan kemudahan berinvestasi, bagaimana pun kita tetap membutuhkan investasi baik untuk inflow kalau yang asing," kata Bambang.
Konsistensi kebijakan untuk menciptakan iklim kemudahan berinvestasi ini menurut Bambang perlu terus dilaksanakan karena peluang masuknya investasi asing ke Indonesia masih sangat besar, meskipun dari sisi aliran modal asing yang masuk dalam bentuk investasi portofolio maupun saham bisa terus keluar karena tingginya tingkat suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat.
Terutama karena kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum di Indonesia porsinya masih di atas 50 persen hingga kuartal III-2022 meski trennya menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ini kata Bambang masih menunjukkan pasar domestik masih bergairah.
"Memang kita tidak bicara investasi yang sifatnya portofolio yang saat ini malah terjadi outflow, tapi saya melihat masih ada inflow karena masih banyak investor global yang melihat bahwa negara-negara di ASEAN, dan Indonesia masih punya prospek ke depan ketika bicara misalkan untuk produk manufaktur olahan dan juga yang terkait Indonesia misalkan hilirisasi," kata dia.
(haa/haa)