Raksasa Dunia Shell Cs Cabut, Senjakala Industri Migas RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) kelas dunia sudah menyatakan rencananya untuk keluar dari proyek hulu migas di Indonesia. Sebut saja Chevron, Shell, hingga ConocoPhillips.
Bahkan, bukan hanya gertakan, salah satu perusahaan migas asal Amerika Serikat telah resmi melepaskan aset hulu migasnya di Indonesia. Dia adalah ConocoPhillips. ConocoPhillips sudah resmi melepas asetnya di Indonesia kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) pada awal 2022 lalu.
Selain ConocoPhillips, Chevron Indonesia Company (CICO) juga menyatakan akan keluar dari proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur. Lalu, Shell juga sejak tiga tahun lalu menyatakan akan keluar dari proyek gas raksasa Blok Masela di Maluku.
Adapun untuk kedua perusahaan tersebut, Chevron dan Shell, hingga kini belum resmi keluar dari proyek hulu migas di Indonesia karena masih berproses mencari mitra pengganti.
Banyaknya perusahaan migas kelas dunia yang hengkang dari proyek hulu migas di Indonesia dinilai harus segera dievaluasi ditindaklanjuti pemerintah. Pemerintah dinilai harus segera bergerak cepat untuk membuat iklim investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia kembali menarik. Kalau tidak, ini akan semakin memperparah masa depan industri migas di Tanah Air.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai pemerintah harus segera bertindak cepat untuk menarik kembali minat investor ke Tanah Air. Mengingat, masih banyak potensi migas untuk dikembangkan lebih jauh.
"Kalau kita lihat, ini mau bagaimana kita sudah memasuki senjakala industri migas ini, ketika kalaupun untungnya dikit-dikit saja para investor ini dia pasti milih-milih. Pertama milih negara, kedua memilih komoditas yang mau dikembangkan ini ada daya tarik kompetisi antarnegara dan kompetisi antarkomoditas," tutur Mulyanto dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (21/11/2022).
Apalagi, menurut Mulyanto, berdasarkan paparan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), sekalipun di tengah tren kenaikan harga minyak yang saat ini masih terjadi, rupanya hal tersebut tidak berdampak cukup signifikan bagi kenaikan investasi hulu migas di Indonesia.
"Ini kan kontradiktif, biasanya insentif harga itu akan menjadi daya tarik utama untuk investasi, harga naik di migas insentif di hulu gak nambah. Kenapa? ternyata mereka cenderung bayar utang lebih dan cenderung bayar dividen," jelasnya.
Seperti diketahui, kenaikan harga minyak yang sempat bertengger di posisi atas rupanya tak berpengaruh terhadap gairah investasi di sektor hulu migas. Pasalnya, perusahaan justru memilih memperkuat dana cash dan menahan investasinya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyadari bahwa harga minyak saat ini bertengger di posisi yang cukup tinggi, namun demikian hal tersebut tak serta merta berdampak pada investasi di sektor hulu migas. Apalagi investasi hulu migas global rata-rata juga hanya naik 5%.
"Ini karena perusahaan-perusahaan masih melihat harga minyak tinggi itu hanya sementara mereka lebih mementingkan posisi cash dari ancaman krisis global mereka menggunakan daya yang diperolehnya untuk bayar hutang dan perbaikan ke investor," ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Rabu (16/11/2022).
Adapun berdasarkan data SKK Migas, realisasi investasi sektor hulu migas belum mencapai target. Hingga Oktober 2022 realisasi investasi sektor hulu migas baru mencapai US$ 9,2 miliar atau 70% dari target investasi tahun ini sebesar US$ 13,2 miliar.
Meski demikian, outlook investasi hulu migas hingga akhir tahun diperkirakan akan meningkat 11% dibandingkan tahun 2021 yang hanya US$ 10,9 miliar menjadi US$ 12,1 miliar.
"2022 meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya dan lebih tinggi dari rata-rata global sekitar 5%, " kata dia.
[Gambas:Video CNBC]
Penampakan Penemuan 'Harta Karun' Migas Baru di Sumatera
(wia)