
Membedah Isi 1.186 Halaman Deklarasi Kesepakatan KTT G20 Bali

Jakarta, CNBC Indonesia - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali resmi berakhir pada Rabu (16/11/2022). KTT menghasilkan 52 kesepakatan yang tertuang dalam G20 Bali Leaders' Declaration, di mana sejumlah poin penting disepakati terkait perang dan penanganan krisis energi.
Poin inti kesepakatan dalam G20 Bali Leaders' Declaration tertuang dalam 17 halaman. Namun, dokumen deklarasi serta annex mencapai 1.186 halaman,
Deklarasi yang menjadi sorotan tentu saja terkait perang Rusia- Ukraina. Perang yang berlangsung sejak akhir Februari 2022 tersebut membayangi pertemuan pemimpin G20.
Pasalnya, perang langsung melibatkan Rusia yang selama ini menjadi salah satu poros kekuatan di G20. Perang juga tidak hanya mengganggu stabilitas geopolitik tetapi juga melambungkan harga komoditas pangan dan energi ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Akibatnya, inflasi global pun melonjak sementara di sisi lain perlambatan pertumbuhan terus mengancam.
"Sebagian besar anggota (G20) mengutuk keras perang dan menekankan hal itu (perang) menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa dan meningkatkan kerentanan di perekonomian global," demikian tertulis dalam dokumen deklarasi.
Anggota G20 melihat perang telah membawa dampak yang lebih buruk terhadap ekonomi global karena menghambat laju pertumbuhan, melambungkan inflasi, serta mengganggu rantai pasokan global.
G20 juga melihat perang telah meningkatkan kerawanan energi dan pangan hingga risiko stabilitas keuangan global. "Ada banyak perbendaan pandangan dan penilaian mengenai situasi (perang) dan sanksi. Kami menyadari bahwa G20 bukanlah forum untuk menyelesaikan masalah keamanan, tapi permasalahan keamanan ini dapat memberikan konsekuensi yang signifikan terhadap ekonomi global," tulis dokumen tersebut.
Deklarasi tidak menyebut "seluruh anggota" tetapi "sebagian besar" karena anggota G20 masih terbelah dalam soal perang Rusia-Ukraina. Kelompok Dunia Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa dari awal perang sudah terang-terangan menentang perang.
Mereka juga sudah menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Rusia seperti mengeluarkan bank-bank Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT serta melarang impor batu bara dari Negara Beruang Merah.
Sebaliknya, China dan India lebih bersifat abu-abu. China dan India menjadi mitra dagang utama Rusia setelah perang. Kedua negara memanfaatkan diskon yang diberikan Rusia dalam pembelian komoditas seperti minyak mentah dan batu bara.
Perdagangan China-Rusia sepanjang Januari-Oktober 2022 melonjak 33% menjadi US$ 153,94 miliar. Impor China dari Rusia melonjak 50% menjadi US$94,34 miliar dalam 10 bulan tersebut.
Deklarasi terkait perang adalah hal yang paling ditunggu dunia mengingat ada begitu banyak pro-kontra sebelum KTT. Termasuk di dalamnya adalah kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Bali.
Di luar perang, deklarasi pemimpin G20 juga menyoroti sejumlah isu penting mulai dari isu lingkungan, perubahan iklim, perpajakan, target Sustainable Development Goals (SDGs), krisis energi dan pangan, serta peran penting bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar serta menurunkan inflasi.
G20 menilai penting bagi bank sentral mereka untuk mengoptimalkan semua alat yang tersedia guna menghindari downside risks termasuk menjalarnya dampak negatif di pasar keuangan. Termasuk dalam tool atau alat tersebut pengetatan kebijakan moneter.
Seperti diketahui, bank sentral negara-negara G20 telah memberlakukan kebijakan moneter agresif untuk menurunkan laju inflasi. Bank sentral terkuat di dunia The Federal Reserve (The Fed) sudah mengerek suku bunga hingga 375 basis points (bps) tahun ini.
Bank sentral Inggris dan Eropa juga sudah bertindak sama. Bank Indonesia pun sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bps hanya dalam kurun waktu tiga bulan yakni Agustus-Oktober.
"Bank sentral G20 berkomitmen kuat untuk mencapai stabilitas harga dan secara tepat mengkalibrasi kebijakan moneter ketatnya berdasarkan data. Independensi bank sentral sangat krusial dalam mencapai target mereka," tutur dokumen tersebut.
Masih terkait moneter, anggota G20 juga sepakat untuk menghindari volatilitas nilai tukar yang berlebihan. Mayoritas mata uang sebagian besar anggota G20 terpuruk di hadapan dolar AS pada tahun ini. Tidak hanya negara emerging market seperti Indonesia dan China, mata uang negara maju seperti Inggris juga ambruk.
"Kami menyadari jika volatilitas nilai tukar banyak negara telah bergerak sangat signifikan," tambah dokumen tersebut.
Kesepakatan G20 juga menyebut mengenai pentingnya menjaga ketahanan energi dan pangan serta aksi untuk mengatasi perubahan iklim. Anggota G20 menyepakati upaya untuk membatasi pemanasan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius.
Dokumen deklarasi menyebut hanya Korea Selatan, China, Inggris, dan Prancis yang secara terang-terangan sudah menjalankan investasi atau menganggarkan anggaran dalam upayanya mengadaptasi perubahan iklim hingga 2021.
"Memang tidak semua negara mengumumkan anggaran atau investasi tersebut seperti Indonesia yang meningkatkan anggaran untuk memperbaiki pesisir atau program ekonomi biru," tutur dokumen tersebut.
Persoalan ketahanan pangan dan energi tidak luput dari kesepakatan deklarasi, Anggota G20 sepakat meredam dampak kenaikan harga, meningkatkan investasi di bidang ketahanan pangan, serta memperkuat dialog antara produsen dan konsumen.
"Kami benar-benar menaruh perhatian besar mengenai ketahanan pangan global yang diperburuk konflik dan ketegangan. Kami sepakat untuk mengambil langkah mendesak untuk menyelamatkan kehidupan dan mencegah kelaparan serta menyelamatkan kelompok yang paling rentan," tulis dokumen tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KTT G20 Bali Sukses, Banyak Orang Asing Mau Belajar ke RI!