Awas! Banyak Perusahaan RI Lagi Diramal Bakal Ambruk
Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir-akhir ini sinyal lonceng kematian banyak terjadi di perusahaan manufaktur Indonesia. Hal ini digaungkan karena maraknya pemutusan kontrak pekerja hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan banyak perusahaan yang tidak mampu lagi bertahan hingga menutup operasionalnya, alias tutup pabrik.
Ekonom Citibank Helmi Arman membenarkan ancaman besar yang sedang melanda industri ini. Kondisi ini tidak lepas dari dampak turunnya permintaan ekspor bagi industri tersebut di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS) sebagai pasar utama mereka.
"Memang bagi industri-industri kita yang di luar komoditi yaitu industri-industri manufaktur, industri-industri yang mengekspor banyak ke Eropa dan AS ini akan menghadapi tantangan yang lebih berat," ungkapnya pada kegiatan Konferensi Pers Citi Indonesia, Kamis (10/11/2022).
Lebih lanjut ia menambahkan apabila tidak ingin ikut ambruk seperti perusahaan manufaktur lainnya, perusahaan tersebut perlu menciptakan pasar baru di luar Eropa dan Amerika Serikat (AS) agar mampu bertahan di tengah menurunnya kondisi perekonomian di dua wilayah tersebut.
"Mengenai industri-industri yang banyak mengekspor ke Amerika dan Eropa, itu industri seperti pakaian jadi, sepatu, dan mebel ini yang sepertinya harus berusaha mengalihkan ke pasar lain. Kalau di tahun depan terjadi penurunan ini menurunkan konsumsi Eropa dan Amerika sehingga menurunkan demandnya untuk ekspor-ekspor semacam ini," jelasnya.
Perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor dipengaruhi geopolitik dan perang di kawasan Ukraina yang memicu tekanan inflasi yang tinggi. Selain itu kenaikan suku bunga AS diperkirakan lebih tinggi dengan siklus lebih panjang. Hal ini menyebabkan konsumen lebih mengutamakan belanja energi maupun bahan makanan. Menurut Helmi ini menjadi peluang Indonesia untuk menjadikan komoditas energi sebagai bantalan ekonomi ke depan.
"Dengan outlook global yang cukup menantang ini bagi Indonesia tentunya industri-industri tertentu juga menghadapi tantangan, tapi bantalan dari sisi ekspor Indonesia masih cukup karena besarnya porsi ekspor komoditas mentahnya, seperti misalkan batu bara," jelasnya dengan nada optimis.
Lebih lanjut, Helmi memprediksi batu bara akan mengalami permintaan yang cukup tinggi karena adanya perpindahan energi dari gas ke batu bara yang terjadi di Eropa.
"Kami memperkirakan batu bara ini bisa jadi bantalan tahun depan karena harga dari batu bara walaupun menurun dari tahun ini tapi jauh lebih tinggi levelnya dibandingkan 2021. Kami memperkirakan ini karena di Eropa sedang terjadi keketatan suplai gas, sehingga banyak negara yang berpindah energi dari gas ke batu bara yang ini akan menahan harga batu bara dunia tetap tinggi," jelasnya.
(mij/mij)