
'Harta Karun' RI Ini Bikin Jokowi Untung Belasan Kali Lipat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki beragam 'harta karun' berupa sumber daya alam hasil pertambangan mineral, salah satunya adalah mineral bauksit. Jika harta karun bauksit ini di ekspor dengan nilai tambah melalui hilirisasi menjadi alumina di dalam negeri, dipastikan nilai ekspornya akan mencapai 16 kali lipat dari saat ini.
Dalam catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan bauksit Indonesia mencapai sekitar 3,2 miliar ton. Di mana, produksi bauksit pada tahun 2021 mencapai 25,8 juta ton yang 90% atau 23,2 juta ton masih di ekspor dalam bentuk mentah, sementara untuk di dalam negeri baru bisa dinikmati 2,6 juta ton.
Kegiatan ekspor bijih bauksit bakal disetop pada Juni 2023 sesuai dengan ketentuan dalam undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Kelak, kegiatan ekspor baru bisa dilakukan dengan syarat melakukan hilirisasi di dalam negeri.
Staf Khusus & Juru Bicara Kementerian Investasi/BKPM Tina Talisa menilai keputusan pemerintah melarang ekspor ini ditujukan guna menghidupkan hilirisasi industri untuk penciptaan nilai tambah. Bahkan dengan adanya hasil olahan bauksit, negara bisa untung berkali-kali lipat.
Tina mencontohkan misalnya, apabila bauksit dijual dalam bentuk alumina, maka nilai tambahnya bisa empat kali lipat. Sementara jika dalam bentuk aluminimum bisa menjadi 16 kali lipat.
"Nilai tambah alumina empat kali lipat dari bauksit. Bila diolah menjadi aluminium, nilai tambahnya menjadi 16 kali," ujar Tina kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut, Tina mengatakan bahwa Indonesia saat ini telah memiliki beberapa smelter alumina, seperti di Bintan dengan kapasitas sekitar 2 juta ton per tahun, serta yang akan dibangun di Kalimantan Barat dengan nilai investasi sekitar US$ 830 juta.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan, potensi penambahan pendapatan negara bisa melesat hingga delapan kali lipat dari hilirisasi bauksit menjadi alumina.
Berdasarkan catatannya, pada 2021 harga bijih bauksit sekitar US$ 24 - US$ 30 per ton atau sekitar Rp 469.323 per ton. Hal itu menyumbang pendapatan negara sebesar US$ 628 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.646 per US$) dengan penjualan sebanyak 23 juta ton bijih bauksit.
Sementara bila dijual berupa alumina, penerimaan negara diperkirakan bisa melejit delapan kali lipat karena dengan asumsi harga alumina kini sekitar US$ 200 - US$ 300 per ton.
Dengan asumsi penjualan pada volume yang sama saja, artinya penerimaan negara bisa melejit menjadi US$ 5 miliar atau sekitar Rp 79 triliun bila menjual dalam bentuk alumina.
"Dengan harga bijih bauksit itu kira-kira US$ 24 - US$ 30 per ton itu kemarin tahun 2021. Kita menjual sekitar 23 juta ton itu sekitar US$ 628 juta. Itu sedemikian rupa, begitu angka ini akan melesat apabila kita berhasil menjadi alumina dari bijih bauksit dalam proses smelter bauksit grade alumina," paparnya dalam program Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Kamis (03/11/2022).
Menurutnya, angka ini bisa kembali melambung bila Indonesia bisa memprosesnya lagi menjadi aluminium. Apalagi, lanjutnya, harga aluminium kini sudah mencapai sekitar US$ 2.000 per ton.
"Kemudian, terlebih lagi alumina diolah menjadi aluminium harga jualnya melesat hingga US$ 200 - US$ 300 per ton. Jadi kita bisa bayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan negara," pungkasnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keran Ekspor 23,2 Juta Ton 'Harta Karun' RI Ditutup Juni 2023