Tiba-Tiba RI Rilis Aturan Darurat Energi, Krisis Makin Nyata?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Senin, 07/11/2022 14:52 WIB
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengeluarkan kebijakan baru yakni Peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden No.41 tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan atau Darurat Energi.

Peraturan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 17 Oktober 2022 dan berlaku sejak diundangkan pada 18 Oktober 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

Lantas, kenapa tiba-tiba pemerintah mengeluarkan peraturan ini? Apakah tandanya RI harus bersiap akan terkena krisis energi seperti yang tengah dialami berbagai negara di penjuru dunia? Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkali-kali menegaskan Indonesia harus hati-hati terhadap ancaman krisis di tengah ketidakpastian geopolitik dunia, mulai dari krisis pangan hingga krisis energi.


Seperti diketahui, sejak Perang Rusia-Ukraina meletus 24 Februari 2022, harga komoditas energi, mulai dari minyak hingga batu bara, melejit. Ditambah, adanya kebijakan untuk menghentikan impor energi dari Rusia oleh sejumlah negara Eropa maupun Amerika Serikat, turut berdampak pada semakin menipisnya pasokan energi di dunia.

Beberapa waktu lalu Eropa mengalami krisis listrik yang berdampak pada kebijakan pemadaman di sejumlah daerah hingga melonjaknya tagihan listrik warga. Krisis listrik terjadi akibat seretnya pasokan gas dari Rusia.

Terbaru, dunia tengah mengalami lonjakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diesel sebagai imbas dari menipisnya pasokan diesel di pasar internasional.

Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia dinilai harus tetap waspada atas ketidakpastian kondisi geopolitik dunia. Pasalnya, ini bisa berdampak buruk bagi pasokan maupun harga energi di Tanah Air.

Menghadapi ketidakpastian dunia ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sempat mengungkapkan dirinya kini mengadakan rapat dengan anggota Kabinet setiap minggu guna spesifik membahas isu ancaman krisis pangan hingga energi.

Kondisi ini berbeda dibandingkan kondisi normal yang biasanya mengadakan rapat untuk pembahasan urusan pangan dan energi setiap enam bulan sekali.

"Kita rapat urusan pangan dan energi itu setiap minggu. Biasanya enam bulan sekali, ini setiap minggu," ungkapnya di Istana Merdeka, Rabu (05/10/2022).

Pada Peraturan Menteri ESDM No.12 tahun 2022 ini disebutkan bahwa penetapan dan penanggulangan krisis energi dan atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional. Adapun jenis energinya meliputi Bahan Bakar Minyak (BBM), tenaga listrik, Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan gas bumi.

Lantas, apa yang dimaksud dengan krisis energi dan atau darurat energi?

Di dalam aturan ini dijelaskan bahwa yang dimaksud krisis energi adalah kondisi kekurangan energi. Sementara darurat energi adalah kondisi terganggunya pasokan
energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.

Pada Pasal 5 Permen ESDM No.12/2022 ini disebutkan bahwa krisis energi dan atau darurat energi ditetapkan berdasarkan:
a. Kondisi teknis operasional.
b. Kondisi nasional.

Adapun pada Pasal 6 dilanjutkan penjelasan terkait cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum.

(1) Krisis energi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. Cadangan Operasional minimum BBM pada Wilayah Distribusi Niaga BBM;
b. Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik pada Sistem Setempat;
c. Cadangan Operasional minimum LPG pada Wilayah Distribusi LPG; dan
d. kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi pada Wilayah Distribusi Gas Bumi.

(2) Cadangan Operasional minimum BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Cadangan Operasional minimum daya mampu Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Cadangan Operasional minimum LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan kebutuhan minimum pelanggan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan batas minimum cadangan atau kebutuhan untuk menjadi pertimbangan diusulkan sebagai Krisis Energi berdasarkan kondisi teknis operasional.

Lantas, berapa hari cadangan minimum operasionalnya?

Di dalam Pasal 7 Peraturan ini disebutkan bahwa cadangan operasional minimum BBM merupakan cadangan operasional selama tujuh haru ketahanan stok pada terminal BBM dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar pada suatu wilayah distribusi niaga BBM.

Untuk tenaga listrik, cadangan operasional sebesar kapasitas satu pembangkit terbesar yang tersambung ke sistem setempat.

Sedangkan untuk LPG, cadangan operasional selama tiga hari ketahanan stok. Dan untuk gas bumi, kebutuhan minimum pelanggan gas bumi merupakan kebutuhan pelanggan gas bumi sebesar 70% dari kebutuhan normal pelanggan gas bumi pada suatu wilayah distribusi gas bumi. Kebutuhan normal merupakan jumlah rata-rata kebutuhan gas bumi per hari pada tahun sebelumnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 80% LPG RI Berasal Dari Impor!