Lonceng Kematian PHK Massal 'Hantui' Industri Mainan

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
07 November 2022 14:02
Pengrajin membuat rumah mainan dari limbah Karet Spon di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (14/2).Limbah Karet sisa pabrik diubah pengrajin kampung Rawa Semut menjadi pajangan rumah dan mainan anak-anak dengan harga Jual Rp.10.000- Rp.50.000.

Ini juga merupakan salah satu usaha dengan modal yang relatif kecil yaitu wirausaha pembuatan souvenir dari bahan busa spon.

Busa spon yang dibentuk menyerupai hati, lingkaran, oval, bentuk kupu-kupu atau bentuk hewan yang lain dan pada permukaannya diberi tulisan berwarna-warni menurut permintaan pembeli ini sangat digemari oleh anak-anak hingga orang dewasa.

Suvenir dari bahan busa spon ini dapat dipergunakan untuk gantungan kunci motor dan mobil, tas, dan dapat juga di pajang di dinding-dinding rumah sebagai hiasan.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Mainan dari Limbah Karet Spon (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri padat karya di Tanah Air sudah 'berteriak' akibat terkena dampak perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor. Mulai dari industri hulu tekstil hingga industri alas kaki nasional.

Akibatnya, ratusan perusahaan melakukan efisiensi karyawan, mulai dari merumahkan hingga memutuskan hubungan kerja (PHK). Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), kondisi ini telah berdampak buruk bagi sekitar 79 ribu buruh tekstil di Tanah Air.

Kini, industri mainan anak mulai gelisah. Pasalnya, kapasitas produksi kini sudah ambrol hingga 50%.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dituding jadi pemicu utama tekanan yang dihadapi industri saat ini. 

"Penurunannya sampai 50%, terasa sekali setelah BBM naik. Masyarakat jadi mengutamakan kebutuhan pokoknya. Jadi kebutuhan yang dirasa bisa dientarin nggak terlalu menjadi fokus," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda dan Mainan Indonesia (APSMI) Eko Wibowo kepada CNBC Indonesia, Senin (7/11/2022).

Akibat penurunan produksi tersebut, salah satu kekhawatiran mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan karyawan yang dirumahkan. Eko mengklaim kedua fenomena tersebut terjadi di industri mainan.

"Saat ini sih belum ada pertimbangan ke karyawan tapi cuma kita harus antisipasi tahun depan. Indikasi penurunan daya beli (karena) terjadinya banyak PHK dan ekspor menurun, karena pasar turun dari pasar negara tujuan. Jadi, turun permintaan dan efek bisa panjang," sebut Eko.

Sebelumnya, Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia kepada CNBC Indonesia, mengatakan sejumlah perusahaan yang tidak mampu lagi bertahan juga sudah menutup operasional, artinya tutup pabrik.

Data PPTPJB setidaknya ada 18 pabrik garmen yang sudah tutup di Jawa Barat.

"Sebelum kejadian ini, penutupan di Jawa Barat wilayah Bogor dan Purwakarta sudah terjadi. Peristiwa resesi Eropa, Amerika hanya memperburuk keadaan. Untuk wilayah Bogor saja, sudah berkurang kurang lebih 50 persen. Di Purwakarta lebih kurang sama," ujarnya pekan lalu.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan China, Mainan Anak dari Negara Ini Siap Hajar RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular