
Ramai Negara Dunia Kumpul Bahas "Malapetaka Baru", Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai perubahan iklim, COP27, dimulai pada Minggu waktu Mesir. Pertemuan ini sepakat membahas kompensasi dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin terkait kerusakan yang disebabkan pemanasan global.
KTT tersebut dihadiri hampir 200 negara dan rencananya berlangsung dua pekan. Ini merupakan pertama kalinya, topik kontroversial dibahas sejak KTT itu dimulai beberapa dekade lalu.
"Dimasukkannya agenda ini mencerminkan rasa solidaritas bagi para korban bencana iklim," kata Presiden COP27, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry pada pembukaan pleno, dikutip dari Reuters Senin (7/11/2022).
"Pembicaraan itu dimaksudkan untuk mengarah pada keputusan konklusif selambat-lambatnya tahun 2024," tambahnya.
Perlu diketahui, negara berkembang telah lama menuntut diskusi ini. Namun, negara industri maju berulang kali tak sepakat dan cenderung menghalangi upaya memasukkan agenda itu.
Mengutip laman yang sama, negara-negara kaya memang telah menolak keras diskusi resmi tentang kerugian dan kerusakan akibat pemanasan bumi. Bahkan pada pada COP26 tahun lalu di Glasgow, Inggris, negara-negara berpenghasilan tinggi termasuk Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) memblokir proposal untuk badan pembiayaan kerugian dan kerusakan.
Tetapi tekanan untuk mengatasi masalah ini makin melonjak ketika bencana cuaca meningkat. Termasuk banjir terparah superti di Pakistan yang menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari US$30 miliar (sekitar Rp 4.704 triliun) dan menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Sebelumnya, negara-negara kaya juga tidak memenuhi janji untuk menyediakan US$100 miliar per tahun pada tahun 2020 untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi CO2 dan beradaptasi dengan perubahan iklim. Sejauh ini, hanya dua negara yang menawarkan dana untuk kerugian dan kerusakan.
Denmark memberikan 100 juta krona dan Skotlandia menjanjikan 2 juta poundsterling. Sebagai perbandingan, beberapa penelitian menunjukkan kerugian terkait iklim bisa mencapai US$580 miliar per tahun pada tahun 2030.
Sementara itu, sebuah laporan PBB yang dirilis minggu lalu menunjukkan emisi global kemungkinan naik 10,6% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tingkat tahun 2010.
Para ilmuwan mengatakan emisi tersebut harus turun 43% untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas suhu pra-industri seperti yang ditargetkan oleh Perjanjian Paris 2015.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PBB Sebut Dunia Berada di Jalan Raya Menuju Neraka