Internasional

Eropa Hadapi "Kiamat" Baru: Deindustrialisasi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Rabu, 02/11/2022 15:31 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Eropa dihadapkan pada ancaman deindustrialisasi. Hal ini diakibatkan oleh krisis energi yang membelit wilayah itu pasca perang Rusia-Ukraina.

Ekonom menyebut meski telah mengamankan suplai pengganti pasokan Rusia dari Amerika Serikat (AS), beberapa perusahaan di Benua Biru tetap memutuskan untuk menutup operasinya. Pasalnya harga bahan bakar dari Negeri Paman Sam masih cukup tinggi.

"Banyak perusahaan baru saja berhenti berproduksi. Mereka sebenarnya menuju kehancuran. Itu bisa menyebabkan Eropa mengalami deindustrialisasi dengan sangat cepat," papar anggota dewan manajemen di utilitas E.ON, Patrick Lamers, dikutip Reuters, Rabu, (2/11/2022).


Zona euro bulan ini mencapai level terlemahnya sejak Mei 2020. Ini sebagai salah satu tanda Eropa sedang menuju resesi.

Badan Energi Internasional memperkirakan permintaan gas industri Eropa turun 25% pada kuartal III (Q3) dari tahun sebelumnya. Analis mengatakan penutupan yang meluas akan menyertai penurunan karena keuntungan efisiensi saja tidak akan menghasilkan penghematan untuk terus beroperasi.

Sejauh ini, Eropa telah mengalihkan produksi ke lokasi dengan tenaga kerja yang lebih murah dan biaya lain yang lebih rendah selama beberapa dekade. Namun krisis energi tetap akan mempercepat eksodus keluar dari benua itu.

"Jika harga energi tetap begitu tinggi sehingga bagian dari industri Eropa menjadi tidak kompetitif secara struktural, pabrik akan tutup dan pindah ke AS di mana ada banyak energi serpih yang murah," kata Daniel Kral, ekonom senior di Oxford Economics.

Hal ini mulai terlihat pada industri logam. Angka perdagangan yang dikumpulkan oleh Reuters menunjukkan ada sembilan pabrik peleburan seng di blok tersebut telah memotong atau menghentikan produksi mereka. Pasokan digantikan oleh impor dari China, Kazakhstan, Turki, dan Rusia.

"Pembukaan kembali peleburan aluminium menghabiskan biaya hingga 400 juta euro ($394 juta) dan tidak mungkin mengingat prospek ekonomi Eropa yang tidak pasti," kata Chris Heron dari asosiasi industri Eurometaux.

"Secara historis, ketika penutupan sementara ini terjadi, penutupan permanen datang sebagai konsekuensinya," tambahnya.

Merujuk data Refinitif, PMI Manufaktur Europa di Oktober tercatat 46,6. PMI di bawah 50 berarti kontraksi sementara di atas merujuk ke ekspansi.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Padat Karya RI Butuh Lingkungan Usaha Kondusif & Adil